TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar seratus orang pengungsi Rohingya yang saat ini menetap di tenda pengungsian di Bireuen, Aceh, terlunta-lunta karena banjir. Banjir menggenang di sekitar satu tenda besar semenjak hujan deras di wilayah itu pada Jumat lalu sehingga mereka harus mengungsi sementara di rumah warga.
Reza Maulana dari Yayasan Geutanyoe, lembaga kemanusiaan yang bergerak di bidang penanganan pengungsi Rohingya di Aceh, mengatakan nasib para pengungsi semakin memprihatinkan. Sudah dua malam mengungsi di rumah warga setempat, mereka kini terlantar karena warga keberatan menampung. “Warga menolak karena tidak ada ketidakpastian dari pemerintah soal kapan mereka dipindah,” kata Reza kepada Tempo, Ahad, 20 Maret 2022.
Menurut Reza, belum diketahui para pengungsi akan di bawa ke mana. Sebab, mereka mengungsi ke rumah warga juga atas undangan warga setempat yang iba atas nasib mereka saat kebanjiran sepanjang akhir pekan ini. Yayasan Geutanyoe, kata Reza, mendesak pemerintah segera menampung dan menangani para pengungsi ini.
Sekitar 114 pengungsi Rohingya ini terdampar di perairan Aceh pada 6 Maret lalu. Mereka tiba dengan kapal kayu dan langsung ditarik ke darat oleh panglima laut setempat tanpa menunggu arahan dari pemerintah kota karena memang jarak kapal pengungsi yang sudah menepi.
Saat mendarat, mereka diungsikan di tenda pengungsian di Desa Alue Buya Pasie di Kabupaten Bireuen. Seharusnya, seperti pengungsi Rohingya lain yang diselamatkan di perairan Aceh, mereka dibawa ke Lhokseumawe karena ada gedung khusus penanganan Rohingya di sana. Namun, pemerintah kota itu kali ini menolak menerima pengungsi. Apalagi, kata Reza, Satuan Tugas Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri (PPLN) di Kemenkopolhukam sudah memerintahkan agar mereka dibawa ke Tanung Pinang, Riau.
Nah, persoalan muncul karena koordinasi antar pemerintah ini lamban. Hingga kemarin, para pengungsi Rohingya yang terdiri dari banyak anak-anak dan perempuan ini belum juga dipindahkan ke Riau. Mereka masih di tenda awal sejak tiba dua pekan lalu di Bireuen hingga kebanjiran. Sempat dua hari mengungsi di rumah-rumah warga, mereka lalu ditolak karena warga kewalahan dan keberatan dengan ratusan tamu baru. “Pembiaran oleh pemerintah ini adalah pelanggaran terhadap hak asasi manusia,” kata Reza.