TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Center for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menganggap perombakan atau reshuffle kabinet yang diisukan akan dilakukan Presiden Joko Widodo bukan langkah yang tepat diterapkan dalam waktu dekat.
Menurut pengurus Departemen Hubungan Internal Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) itu saat ini banyak pekerjaan yang harus fokus dilaksanakan jajaran menteri di Kabinet Indonesia Maju tersebut, baik agenda dalam negeri maupun yang berkaitan dengan internasional.
"Sekarang bukan saat yang tepat karena pemerintah punya banyak kerja-kerja domestik dan internasional yang harus dilakukan secara matang," ucap dia dalam diskusi Total Politik di Jakarta, Ahad, 13 Maret 2022.
Selain itu, dia melanjutkan, belum ada kebutuhan yang mendesak untuk melakukan reshuffle. Meskipun, dia mengakui memang ada kritikan terhadap beberapa menteri yang performanya menurun untuk mengantisipasi persoalan-persoalan krisis, seperti naiknya harga-harga kebutuhan pokok.
"Tapi menurut saya belum terlalu tepat karena pemerintah harus mengembalikan kembali soal kepercayaan publik kepada pemerintahan, karena kalau dilakukan reshuffle di saat situasi krisis sekarang itu gejolak di sisi pemerintahnya dan di internal koalisinya pasti terjadi," tuturnya.
Ihwal Partai Amanat Nasional (PAN) mendukung isu penundaan Pemilu 2024 serta perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo demi supaya bisa masuk kabinet, diakuinya memang bisa saja terealisasi. Namun, dipastikannya pemerintah tidak akan mengambil opsi itu.
"Bisa saja itu menjadi pintu masuk adanya akomodasi bagi PAN, tapi bagi saya terlalu berisiko bagi pemerintah di internal koalisi untuk sekarang melakukan reshuffle," tegas dia.
Dari sisi pemerintahan Jokowi sendiri, ujar Arya, tidak akan ada legitimasi yang lebih jika PAN masuk ke kabinet saat ini. Sebab, Arya menganggap dengan komposisi kabinet yang ada saat ini stabilitas internal pemerintahan masih sangat kuat.
"Jadi tambahan dukungan secara politik kalau PAN masuk menurut saya tidak terlalu berarti bagi pemerintahan karena hampir diatas 75 persen itu udah dipegang koalisi. Jadi saya enggak tahu cashback-nya bagi PAN akan seperti apa," paparnya.