TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menjelaskan solusi jangka panjang dalam insiden di Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Dia meminta agar Presiden Joko Widodo atau Jokowi harus memastikan proyek strategis nasional berbasis pada hak asasi manusia.
“Jadi bukan hanya proses persetujuan, tapi proses HAM harus dilakukan. Presiden bisa menginstruksikan mulai dari Kementerian PUPR, Kemenkopulhukam dan lainnya,” ujar dia dalam konferensi pers virtual, Kamis, 24 Februari 2022.
Beka menjelaskan bahwa Komnas HAM telah menemukan adanya pengabaian hak Free and Prior Informed Consent (FPIC) di Desa Wadas. Hal itu terjadi sebelum insiden pengukuran tanah yang berujung bentrok dengan kepolisian pada 8 Februari 2022.
“Ada pengabaian hak FPIC, masyarakat memiliki hak untuk memberikan atau tidak memberikan persetujuan mereka atas setiap proyek quarry batuan andesit. Karena berpotensi menimbulkan dampak terhadap lahan, mata pencaharian, dan lingkungan mereka,” kata Beka.
Menurut Beka, sosialisasi informasi akurat dari pemerintah dan pemrakarsa pembangunan Bendungan Bener tentang rencana proyek dan dampaknya dinilai minim. Selain itu, ia menyatakan tidak adanya partisipasi menyeluruh masyarakat menjadi pemicu ketegangan antarwarga maupun warga dengan pemerintah.
Menurut Beka, kondisi saat ini masyarakat Wadas mengalami kerenggangan dalam relasi sosial. “Mereka terbagi atas dua kelompok, yakni warga yang mendukung penambangan quarry dan sebaliknya warga menolak penambangan quarry,” tutur dia.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan bahwa proses pembangunan, apapun termasuk proyek strategis nasional, harus tetap memperhatikan persetujuan warga. “Termasuk transparansi. Bagaimana orang ingin setuju jika proyeknya tidak transparan,” ujar Ahmad.
Selain itu, Ahmad melanjutkan, jika memang warga tidak mau diukur lahannya seharusnya jangan dilakukan. Dia mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara demokratis yang mengedepankan dialog dan musyawarah.
“Kami sudah tekankan sebelumnya jangan dulu diukur. Jangan dipaksa lalu dipukul, tidak bisa begitu dalam proses pembangunan di negara demokratis. Kami merasakan bagaimana warga yang menolak itu, ternyata punya prinsip dan harus dihormati,” tutur dia.
Sebenarnya, Ahmad berujar, jika proses rencana pembangunan di Wadas melibatkan dialog yang baik, pasti akan berjalan lancar. "Jadi kalau Pemda dan pelaksana pembangunan komunikasinya baik pasti akan berjalan baik. Ini kami mengingatkan ke semuanya bukan hanya di Wadas," katanya.
Seperti diketahui, pada 8 Februari, terjadi pengukuran lahan di Desa Wadas untuk dijadikan lokasi tambang batu andesit. Kehadiran penambangan diperlukan untuk mendukung pembangunan Bendungan Bener yang masuk dalam proyek strategis nasional. Namun sebagian warga menolak pengukuran tersebut dan terjadi konflik dengan polisi.
Baca: Alissa Wahid Sebut Pemerintah Rusak Tatanan Sosial di Desa Wadas