TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) perwakilan Sulawesi Tengah, Dedy Askari, meminta agar Polri belajar dari insiden penembakan di Tinombo Selatan, Parigi Moutong. Penembakan itu diduga dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap demonstran penolak tambang emas di wilayah tersebut, Sabtu, 12 Februari 2022.
“Kepada pimpinan Polri baik di jajaran Polres maupun jajaran Polda Sulteng agar mengambil pembelajaran berharga atas pengamanan massa aksi seperti ini. Harus benar-benar dilakukan profesional, bijak, dan manusiawi,” ujar dia saat dihubungi pada Rabu, 16 Februari.
Saat ini untuk menemukan pelaku penembakan, Polda Sulawesi Tengah melakukan uji balistik. Ada 60 proyektil yang dikirimkan ke laboratorium untuk diuji yang semuanya diambil dari 20 pucuk senjata api milik anggota polisi. Masing-masing senjata api diambil sampel sebanyak 3 peluru.
“Komnas HAM menghimbau agar proses pemeriksaan dan penyitaan senjata api harus benar-benar dilakukan secara terbuka dan transparan,” kata Dedy.
Selain itu, Dedy melanjutkan, langkah atau upaya preventif perlu dilakukan aparat keamanan agar hal seperti ini tidak terjadi kembali. Ia menilai aksi massa yang berujung kisruh seharusnya tidak lagi terjadi jika evaluasi pengamanan aksi-aksi sebelumnya dilakukan secara baik.
“Termasuk identifikasi langkah aksi pemblokadean jalan pasti akan dilakukan sebagaimana aksi-aksi massa yang dilakukan sebelum-sebelumnya,” tutur dia.
Dedy juga menjelaskan bahwa proses uji balistik senjata api milik personel Polres Parigi Moutong menguatkan dugaan bahwa pelaku penembakan yang menyebabkan Erfaldi meninggal adalah anggota polisi. “Dari Polres Parigi Moutong,” ujar dia.
Menurut dia, pemeriksaan terhadap 17 anggota Polres Parigi Moutong sudah mulai dilakukan. Semua senjata yang disita akan digunakan dalam upaya saintifik, berupa uji balistik. “Tujuannya untuk mencocokkan atau membuktikan secara ilmiah sumber senjata api atau proyektil yang bersarang di tubuh Erfaldi atau Aldi,” kata Ketua Komnas HAM Sulawesi Tengah.
Baca: Alasan Komnas HAM Duga Pelaku Penembakan di Parigi Moutong Aparat Polisi