INFO NASIONAL - Ketua Panja RUU SKN, Dede Yusuf menyampaikan beberapa pokok-pokok bahasan atau norma-norma substansi perubahan RUU Keolahragaan yang dibahas selama perjalanan RUU SKN No.3 tahun 2005 yang akhirnya disahkan DPR RI menjadi UU Keolahragaan.
"Saya ingin menyampaikan secara singkat pokok-pokok bahasan atau norma-norma substansi perubahan RUU yang bermanfaat dan berdampak positif bagi dunia keolahragaan di Indonesia," kata Dede Yusuf dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-15 Masa Persidangan III tahun Sidang 2021-2022 di Gedung Nusantara II, Jakarta, Selasa, 15 Februari 2022.
Dede Yusuf menjelaskan, RUU SKN telah diterapkan selama lebih dari 17 tahun. Sehingga, dipandang perlu untuk diganti agar dapat mengkonstruksikan penataan lembaga keolahragaan dalam tatanan sistem hukum nasional.
Adapun norma-norma substansi perubahan RUU terdiri atas 10 butir. Pertama, penguatan olahraga sebagai penguatan dari SDG's. Karena itu, RUU ini menekankan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia. Pembangunan nasional di bidang keolahragaan dilakukan secara terencana, sistematis, terpadu, berjenjang, berkelanjutan, dan diarahkan untuk mencapai kualitas kesehatan dan kebugaran masyarakat.
Dua, penguatan olahragawan sebagai profesi. Pengaturan mengenai kesejahteraan serta penghargaannya bukan hanya dalam bentuk pemberian kemudahan beasiswa, pekerjaan, kenaikan pangkat luar biasa, tanda kehormatan kewarganegaraan. Melainkan juga perlindungan jaminan sosial melalui SJSN.
Tiga, dalam hal pendanaan RUU ini mengatur mengenai dana perwalian keolahragaan yaitu dana hibah yang diberikan oleh satu atau beberapa pemberi hibah yang dikelola secara mandiri dan profesional oleh lembaga non pemerintah sebagai wali amanat untuk tujuan pembinaan dan pengembangan olahraga nasional.
Empat, KONI memiliki kewenangan memberikan rekomendasi kepada KOI untuk mengirim atlet di ajang internasional. KOI harus melaksanakan rekomendasi KONI itu.
Dengan demikian terjadi sinergi dan kolaborasi yang baik diantara keduanya. Lima, RUU ini mengatur mengenai DBON untuk pusat dan desain olahraga daerah untuk daerah provinsi, kabupaten dan kota. Pemerintah daerah kabupaten/kota wajib mengelola paling sedikit dua cabang olahraga unggulan yang bertaraf nasional dan atau internasional.
Enam, RUU ini mengatur tentang hak dan kewajiban penonton dan suporter, antara lain dalam bentuk hak mendapatkan perlindungan hukum dan mendapatkan prioritas menjadi bagian dari pemilik klub. Tujuh, pengaturan mengenai olahraga berbasis tekhnologi digital atau elektronik namun tetap berorientasi pada kebugaran, kesehatan dan interaksi sosial serta didorong untuk mendukung pengembangan industri olahraga. Selain itu olahraga berbasis teknologi digital elektronik diselenggarakan dengan memperhatikan nilai kemanusiaan sosial, budaya, literasi fisik, keamanan, norma kepatutan dan kesusilaan.
Delapan, membentuk sistem data keolahragaan nasional terpadu sebegai satu data olahraga nasional yang memuat data mengenai pembinaan, pengembangan, penghargaan dan kesejahteraan olahragawan dan pelaku olahraga. Sembilan, penyelesaian sengketa olahraga diatur oleh satu badan arbitrase yang bersifat mandiri. Keputusannya final dan mengikat, serta dibentuk berdasarkan Piagam Olimpiade.
Terakhir, RUU ini menyelaraskan dengan UU Penyandang Disabilitas. Pembinaan dan pengembangan olahraga penyandang disabilitas dilaksanakan oleh Komite Paralimpiade Indonesia dengan menekankan kemampuan menejerial melalui pendidikan dan pelatihan secara berkelanjutan. (*)