TEMPO Interaktif, Yogyakarta: Proses perubahan demokrasi di Indonesia dimenangkan oleh kelompok yang bermain intraparlementer. Mereka adalah Dewan Perwakilan Rakyat, kelompok yang menempati posisi strategis dalam perubahan tersebut.
Namun, posisi ini menyebabkan elite politik menghadapi dilema tarik menarik antara memperjuangkan kepentingan bangsa dan kepentingan kelompok dalam pembahasan legislasi. Kinerja mereka tidak optimal. "Mereka cenderung pragmatis sehingga demokrasi berjalan setengah hati," kata Idrus Marham, politikus Partai Golkar dalam desertasinya, Sabtu (17/1).
Desertasi anggota DPR ini berjudul Demokrasi Setengah Hati: Studi Kasus Elite Politik di DPR RI 1999-2004. Dibacakan dalam ujian terbuka Idrus dalam rangka promosi doktor di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Hadir antara lain, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Energi Sumber Daya Manusia Purnomo Yusgiantoro, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Andi Matalatta, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Muladi, Wakil Ketua MPR Aksa Mahmud, Direktur Utama BRI Sofyan Basir serta Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Dalam pembahasan di parlemen, menurut Idrus, anggota legislatif cenderung mengedepankan intrik, lobi, bahkan barter politik ketimbang perdebatan konseptual.
Promotor desertasi, Prof. Dr. Miftah Thoha, mengkritik Idrus tak memasukan unsur perilaku birokrasi di legislatif dalam desertasinya. Menurut Miftah, perilaku birokrasi sangat berperan dalam arah politik di Indonesia. "Ini tidak diperhatikan dalam desertasi Anda," kata dia.
GUNANTO E S