TEMPO.CO, Jakarta - Sepanjang 2021, Lembaga Bantuan Hukum Surabaya mencatat korban kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jawa Timur mencapai angka 624 dari 331 kasus. Hal itu diungkapkan LBH Surabaya saat melansir catatan akhir tahun 2021 bertema “Ganyang Oligarki, Wani! : Catatan Perlawanan Rakyat di Masa Pandemi” di secara virtual, Kamis, 23 Desember 2021.
Data korban kekerasan pada perempuan dan anak tersebut dirangkum LBH Surabaya dari pengaduan langsung korban maupun dari hasil data dari monitoring media cetak dan online. Menurut Direktur LBH Surabaya Abdul Wachid, sepanjang 2021 pihaknya telah memberikan layanan bantuan hukum secara langsung pada kasus berdimensi pelanggaran hak perempuan sebanyak 15 kasus.
Kasus-kasus pelanggaran hak perempuan ini terjadi di Surabaya (12 kasus), Kabupaten Sidoarjo (3 kasus), Kota Batu (1 kasus) dan Kabupaten Jombang (1 kasus). Bentuk pelanggaran yang kerap terjadi, kata Wachid, ialah kekerasan dalam rumah tangga (5 kasus), pemerkosaan (4 kasus) dan kekerasan berbasis gender online (3 kasus). “Jumlah korbannya 16 orang,” kata Wachid.
Adapun hasil monitoring LBH Surabaya melalui media cetak dan online sepanjang 2021 di Jawa Timur mencatat ada 151 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan jumlah korbannya sebanyak 300 orang. Bentuk kasus yang umum terjadi ialah pemerkosaan (58 kasus), pembunuhan (38 kasus), dan pencabulan (18 kasus).
Berdasarkan daerahnya, kasus-kasus itu terjadi di Kota Surabaya (76 kasus), Malang (10 kasus) dan Jombang (9 kasus). “Pacar menempati posisi pertama sebagai pelaku pelanggaran hak perempuan, kemudian suami, lalu disusul oleh orang tak dikenal,” kata Wachid.
Sementara hasil monitoring pada media cetak dan online terhadap kasus kekerasan pada anak di Jawa Timur selama setahun terakhir terangkum jumlah 140 kejadian dengan korban mencapai 285. Pemerkosaan merupakan bentuk pelanggaran yang paling banyak terjadi yakni 36 persen, disusul pencabulan dan pembunuhan 23 persen.
Sebaran wilayah kasus pelanggaran terhadap hak anak ialah Surabaya (55 kasus), Malang (12 kasus) dan Gresik (10 kasus). Temuan LBH Surabaya, guru dan kiai sebuah pondok pesantren turut andil menjadi pelaku kekerasan terhadap anak. “Yang mengkhawatirkan, pelaku terbanyak dari kasus pelangaran terhadap hak anak ini justru orang tua kandungnya sendiri,” tutur Wachid.
Baca Juga: Teriakan Selamatkan Perempuan Warnai Praperadilan Kasus Pemerkosaan Santriwati