TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Ma’ruf Amin berharap sosok Ketua Umum Tanfidziyah PBNU yang akan dipilih nantinya memiliki kemampuan untuk memimpin organisasi dengan baik. Adapun soal mekanisme pemilihannya, ia menyatakan menjadi kewenangan penuh para peserta Muktamar ke-34 NU.
"Kalau tanfidh itu yang mampu melakukan organisasi, pelaksananya, tanfidz yang bisa menjalankan semua program yang sudah ada, itu nanti yang menentukan itu ya muktamirin peserta muktamar," ujarnya di Lampung, Rabu 23 Desember 2021.
Adapun kriteria yang harus dimiliki oleh Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), antara lain faqih, berkarakter organisatoris serta mampu menjadi penggerak.
"Kalau (sosok pemimpin ideal NU) itu kewenangannya ada di muktarimin. Kalau (sosok) Rais Aam, saya pernah membuat itu di Muktamar di Jombang, minimal saya ada empat kriteria, itu saya kira semua orang tahu," kata Ma’ruf Amin.
Karakter pertama, menurut Ma’ruf, ialah sosok yang paham terhadap aturan dan syariat Islam atau fakih. Rais Aam yang memahami syariat Islam akan mampu menyelesaikan persoalan terkait kehidupan umat beragama Islam.
"Dia harus fakih, kalau Rais Aam ya, kalau dia nggak fakih nanti bagaimana dia bisa menyelesaikan persoalan, tidak ada patokannya," katanya.
Kemudian, Rais Aam juga harus berkarakter organisatoris karena PBNU merupakan suatu organisasi. "Yang kedua itu munadzim, organisatoris. NU itu organisasi, jadi seorang pemimpin tertinggi itu harus mengerti organisasi, bagaimana meng-organise ini," tambahnya.
Selain itu, Ma’ruf menilai Rais Aam juga harus seseorang yang memiliki kemampuan sebagai penggerak dalam upaya memperbaiki kehidupan umat Islam.
"Kemudian, dia harus bisa menggerakkan, sebab NU itu gerakan ulama dalam memperbaiki umat atau dalam rangka meng-islah. Itu kalau (kriteria) Rais Aam, dulu saya pernah membuat itu," jelasnya.
Baca: Gus Yahya Ungkap Alasan Maju Menjadi Calon Ketua Umum PBNU