TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat batal merevisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Beleid ini sudah setahun masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) dan tak kunjung dibahas karena menuai kritik.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Willy Aditya mengatakan revisi UU BPK tidak masuk dalam program legislasi nasional 2022. Alasannya, Komisi Keuangan DPR meminta Badan Legislasi menariknya. “Karena mereka juga sudah mengumumkan pendaftaran calon anggota BPK yang baru,” kata Willy kepada Tempo, Selasa. 7 Desember 2021.
Revisi UU BPK sudah setahun terakhir ini mangkrak di Badan Legislasi meski telah ditetapkan sebagai program legislasi prioritas 2021. Revisi ini kontroversial karena sarat kepentingan sekelompok orang semata. Beberapa organisasi pengawas parlemen, misalnya, menyebut revisi UU BPK semata untuk mengubah masa jabatan anggota BPK saat ini agar dapat diperpanjang menjadi tiga periode atau lebih.
Ada dua anggota BPK yang masa jabatannya akan berakhir pada April 2022. Mereka adalah Ketua BPK Agung Firman Sampurna dan Anggota BPK Isma Yatun. Pasal lima ayat pertama beleid ini mengatur anggota BPK menjabat lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. Pasal ini yang disebut akan dihapus.
Selain menghilangnya revisi UU BPK dari program legislasi prioritas, Badan Legislasi DPR memasukkan revisi undang-undang lain yakni UU Cipta Kerja yang dibatalkan Mahkamah Konstitusi. Selain itu, yang masuk dalam daftar revisi selain UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, revisi UU Penyiaran, revisi UU BUMN, rancangan UU Penghapusan Kekerasan Seksual, rancangan UU Larangan Minuman Beralkohol, dan rancangan UU Masyarakat Hukum Adat. Total ada 40 prolegnas belum termasuk lima RUU kumulatif terbuka.
Lucius Karus dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia menyebut dicabutnya revisi UU BPK adalah hal baik karena tak ada urgensinya. “Ada kekhawatiran pendomplengan kepentingan segelintir elit di BPK membuat revisi UU BPK terlihat tak mendesak dan tak perlu,” kata dia. Namun demikian, Lucius juga menyebut batalnya revisi ini juga memperlihatkan kekacauan perencanaan DPR. “Bagaimana bisa sebuah RUU keluar masuk daftar seenaknya saja.”
INDRI MAULIDAR