TEMPO.CO, Jakarta - Peristiwa Gerakan 30 September atau yang sering disebut G30S diinterpretasikan secara berbeda-beda oleh banyak orang. Interpretasi-interpretasi yang berbeda tersebut tidak hanya mengenai alur kisah, tetapi juga penyebutan terhadap peristiwa tersebut.
Umumnya, peristiwa Gerakan 30 September disebut sebagai G30S. Sementara itu, Pemerintah Orde Baru, sebagaimana dikutip dari Tragedi Nasional percobaan KUP G 30 S/PKI di Indonesia, menyebut Peristiwa Gerakan 30 September sebagai G30S/PKI. Penyebutan tersebut bertujuan untuk mempertegas keterlibatan Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam Peristiwa Gerakan 30 September.
Namun, ada juga beberapa orang yang menyebut Peristiwa Gerakan 30 September sebagai Gestapu. Berbeda dengan G30S/PKI yang dilatarbelakangi alasan politis, penamaan Gestapu memiliki alasan tersendiri. Nama Gestapu seolah-olah mirip dengan Gestapo, polisi rahasia Nazi Jerman. Namun, penamaan Gestapu pada Peristiwa Gerakan 30 September sama sekali tidak berhubungan dengan Gestapo Nazi Jerman.
Nama Gestapu diambil dari nama pasukan atau kelompok yang menghabisi para tertuduh simpatisan PKI setelah G30S, yakni Kesatuan Aksi Pengganyangan Gerakan 30 September (KAP Gestapu). Kelompok tersebut dibentuk oleh jenderal-jenderal junior yang ada di Angkatan Darat pada waktu itu.
Dikutip dari buku Dalih Pembunuhan Massal karya John Roosa, jenderal-jenderal junior tersebut adalah sekelompok orang yang menaruh curiga pertama kali pada PKI setelah G30S meletus. Karena itu, salah satu jenderal junior Angkatan Darat, Sujipto, memutuskan untuk mengajak para pemimpin sipil dan militer untuk membentuk suatu kelompok pembasmi PKI dan simpatisannya.
Dalam mewujudkan upayanya tersebut, seperti dikutip dari buku Anak Desa: Biografi Presiden Soeharto karya OG Roeder, Sujipto mengadakan rapat bersama dengan para pemimpin sipil dan militer pada 2 Oktober 1965. Rapat tersebut menghasilkan keputusan untuk membentuk KAP Gestapu.
BANGKIT ADHI WIGUNA
Baca juga: Buku Putih Yang Pertama Tentang Gestapu