Dua tahun sebelumnya atau pada September 2018, Gatot menantang Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Mulyono untuk menggelar nonton bareng film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI.
Gatot menyebut KSAD sebagai penakut seumpama tak berani menginstruksikan pemutaran kembali film besutan sutradara Arifin C Noer itu. Dia juga mempertanyakan bagaimana KSAD mau memimpin prajurit pemberani seperti Komando Strategis Angkatan Darat, Komando Pasukan Khusus, prajurit TNI AD jika tak berani memerintahkan nobar tersebut. Namun, tantangan Gatot tidak diladeni oleh Panglima Hadi.
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studios (ISESS) Khairul Fahmi menilai Gatot secara konsisten memilih isu PKI untuk menjaga dan mengelola eksistensinya. Sebab, ujar dia, isu G30S memang masih sangat menarik bagi sebagian masyarakat, terutama kelompok Islam maupun kelompok yang terasosiasi dengan militer.
"Isu semacam ini, juga banyak diminati oleh influencer dan buzzer. Jadi, ini merupakan peluang yang menurut saya sangat dimengerti dan kemudian dikelola oleh Gatot dan timnya. Bayangkan saja, dia enggak perlu repot membuat isu yang bisa menjamin eksistensi," ujar Fahmi.
Masalahnya, lanjut dia, isu PKI sama seperti isu khilafah yang bisa menjadi bara jika terus dipertahankan tetap menyala. Padahal kedua isu tersebut dinilai sumir dan ujung-ujungnya adalah pembodohan publik
"Isu-isu ini justru terkesan digunakan untuk adu kuat, menghadirkan polarisasi, memelihara kecurigaan dan rasa takut yang menyebar di kalangan masyarakat," ujar Fahmi.
Jika diteruskan dan mendapat ruang, Fahmi khawatir perpecahan yang mestinya bukan ancaman faktual ini malah berpotensi menjadi faktual. "Semestinya penguasa, elit politik dan para penyedia jasa pendampingan politik membantu masyarakat keluar dari trauma masa lalu dan mendapatkan kebenaran," tuturnya ihwal isu PKI yang kerap dilontarkan Gatot Nurmantyo.
Baca juga: Gatot Nurmantyo Duga Pendukung PKI Susupi TNI, Panglima TNI Enggan Berpolemik
DEWI NURITA