TEMPO.CO, Kebumen - Basiran tak pernah tahu tanahnya didatangi petugas pengukuran dari Badan Pertanahan Nasional Kantor Wilayah Jawa Tengah dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD). Warga Desa Ambalresmi, Kecamatan Ambal, Kebumen itu tiba-tiba mendengar kabar tanahnya sudah pasangi patok dan disertifikatkan hak pakai atas nama TNI AD.
Sertifikat hak pakai untuk TNI AD atas tanah di Ambalresmi seluas 47,72 hektare dan empat desa lainnya diserahkan langsung oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang atau BPN Sofyan Djalil kepada Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa di Markas Komando Daerah Militer IV Diponegoro Kota Semarang pada 12 Agustus 2020.
Empat desa lain di Urut Sewu Kebumen yang turut diterbitkan sertifikat untuk TNI AD adalah Desa Sumberjati 55,42 H, Kenoyojayan 24,78 H, Tlogodepok 59,58 H, dan Tlogopragoto 25,68 H. Kemudian BPN juga menerbitkan sertifikat serupa untuk tanah di Desa Brecong 65,24 H dan Mirit 22,98 H untuk TNI AD.
Terbaru, BPN menerbitkan sertifikat untuk TNI AD tanah di Desa Lembupurwo 84,51 H dan Entak 78,38 H. Sertifikat diserahkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Kantor Wilayah Jateng yang baru menjabat Dwi Purnama kepada Andika di Markas Resor Militer 072 Pamungkas Yogyakarta pada Sabtu, 4 September 2021. Kini total tanah di pesisir Urut Sewu yang telah disertifikat hak pakai TNI AD adalah 464,327 H.
Basiran mengaku tak dilibatkan ketika BPN dan TNI AD mengukur tanah di pesisir Urutsewu tersebut. Pengukuruan dilakukan maraton di 15 desa sejak 19 Februari 2020. "Pengukuran seperti colongan (mencuri-curi), tidak ada yang tahu," kata Basiran pada 23 Maret 2021. Tiba-tiba, tanahnya masuk dalam wilayah yang dipatok TNI AD.
Berdasarkan surat perjanjian jual beli yang dimiliki Basiran, tanah tersebut dia beli pada 3 Agustus 1988. Dalam dokumen yang bermaterai Rp 1.000 dan bernomor Persil 1620 tersebut, tanah Basiran berbatasan dengan laut di sebelah selatan. "Batas tanah saya banyu asin (laut)," ujarnya.
Basiran membeli tanah itu saat masih berusia 24 tahun. Hingga kini, puluhan tahun berselang, Basiran menggarap lahan tersebut untuk bertani. Dia biasa menanam palawija dan buah-buahan. Namun tanah di sepanjang pesisir Desa Ambalresmi tersebut kini telah keluar sertifikat hak pakai untuk TNI AD.
Selain itu, Basiran memiliki bukti pembayaran pajak bumi dan bangunan atau PBB yang ia lunasi tiap tahun. Bahkan tahun ini, dia tetap mendapat tagihan pajak meski BPN telah mengeluarkan sertifikat hak pakai untuk TNI AD tahun lalu. "Saya juga membayar pajak," sebutnya.
Kondisi serupa dialami warga Ambalresmi lainnya, Suturno. Sama dengan Basiran, tanahnya masuk dalam wilayah yang disertifikat TNI AD. Turno juga merasa tak dilibatkan selama proses penerbitan sertifikat tersebut. Padahal tanahnya berada di tengah lahan yang disertifikat TNI AD. "Pemilik tanah tak ada yang tahu," kata dia saat ditemui di rumahnya.
Turno mengaku pernah mengajukan penyertifikatan untuk memperkuat status kepemilikan tanahnya pada 2015 lalu. Namun, niatnya tersebut ditolak oleh perangkat Desa Ambalresmi. Ketika itu Pemerintah Desa Ambalresmi tak melayani penyertifikatan tanah di sebelah selatan Jalur Jalan Lintas Selatan Selatan. "Katanya batasnya belum benar," sebutnya. Namun, tiba-tiba TNI AD yang diberi sertifikat.
Basiran dan Turno bersama warga lainnya lantas datang ke Kantor BPN Jawa Tengah untuk menyampaikan keberatan. Mereka menuntut BPN mencabut sertifikat yang sudah diterbitkan untuk TNI AD. Namun, tanah desa yang sertifikat hak pakainya keluar untuk TNI AD justru bertambah. Jika sebelumnya lima desa kini jadi sembilan.
Mereka mengaku tak melarang TNI AD menggelar latihan di daerahnya. Asal tak lantas menyerobot lahan milik warga. Padahal, menurut mereka, awalnya TNI AD datang meminta izin sekadar untuk latihan. Namun, seiring jalannya waktu TNI AD tak lagi izin saat akan latihan. Bahkan kini mengakuisisi.
Sudah turun temurun warga di pesisir Urut Sewu Kebumen menggunakan sistem galur larak untuk mengatur kepemilikan tanah. Galur larak adalah membagi tanah secara memanjang dari daratan ke pantai. Jika warga ingin membagi tanah, seperti ketika mewariskan, lahan kembali dipecah memanjang dari utara ke selatan.
Kepala Urusan Perencanaan Desa Ambalresmi, Parijo, mengaku sebagai salah satu dari tiga perangkat yang menyaksikan pengukuran tanah oleh petugas BPN dan TNI AD. Ada tiga tim berseragam TNI AD dan BPN yang bertugas mengukur tanah di setiap desa. Setiap tim didampingi satu orang perangkat tanpa melibatkan warga. Dia mengaku menyaksikan pengukuran di sekitar makam.
Menurutnya, ketika pengukuran dilakukan, petugas mencocokkan batas klaim TNI AD dengan peta yang mereka bawa. Peta yang dijadikan rujukan tersebut mereka sebut peta minute. "Peta minute sudah ada batasnya," sebut Parijo. Di titik itu kemudian dipasang patok bambu bercat merah. Bambu ditancapkan setiap 50 meter.
Parijo menunjukkan bekas titik pengukuran batas tanah yang patoknya telah berganti beton. Dia memperlihatkan dua patok beton bercat merah yang menunjukkan batas Desa Ambalresi di sebelah barat dan timur. Dua patok itu berjarak sekitar 1-1,5 Km. Adapun jarak kedua patok itu dengan bibir pantai sekitar 500 meter sehingga membentuk bidang persegi panjang. Tanah Basiran dan Parijo termasuk di dalamnya.
Selanjutnya: Kepala Desa Ambalresmi menyebut tak ada sosialisasi pengukuran tanah karena ada pandemi...