Dia membeberkan, tak ada pemberitahuan kepada warga ketika pengukuran itu dilakukan. Setelah pengukuran rampung hasilnya juga tak disampaikan kepada warga. "Setahu saya tak ada pemberitahuan, sosialisasi dengan warga juga tidak," ujarnya. Ketika patok yang semula berupa bambu diganti beton, Parijo pun mengaku tak mengetahui, "saya diberi tahu sudah ada patoknya."
Kepala Desa Ambalresmi Wagino mengakui memang tak ada sosialisasi hasil pengukuran tersebut. Dia berdalih saat itu telah memasuki pandemi Covid-19 sehingga tak bisa menggelar acara yang dihadiri banyak orang. "Sosialisasi kebentur Corona. Tidak boleh ada hajatan kumpul-kumpul," kata pria yang biasa disapa Tino tersebut.
Tino juga mengakui proses pengukuran hanya diikuti petugas dari BPN, TNI AD, dan perwakilan perangkat atau tokoh desa. Dia juga menyebut peta minute sebagai dasar penentuan batas tanah yang diakui TNI dengan warga. "Masyarakat tak mungkin ikut mengukur nanti jadi ramai. Kalau masyarakat awam tahunya punya tanah sampai banyu asin (laut) tapi tak didukung dengan administrasi," tuturnya.
Kepala BPN Jawa Tengah periode sebelumnya yang kini menjabat Direktur Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan Kementerian ATR/BPN, Embun Sari, menceritakan terbitnya sertifikat hak pakai tersebut berawal dari permohonan Komando Daerah Militer IV Diponegoro. Permohonan itu disampaikan TNI AD ke BPN pada 4 Februari 2020. Mereka kemudian menggelar rapat koordinasi bersama Pemerintah Kabupaten Kebumen, camat, serta kepala desa setempat pada 18 Februari 2020. Esoknya langsung dilakukan pengukuran.
Dia mengakui proses pengukuran tak melibatkan warga. Embun berdalih karena sebagian besar tanah yang diukur berbatasan dengan bengkok desa. Sehingga mereka menganggap cukup diwakilkan perangkat desa saja. Dia menyebut, BPN lantas menerbitkan sertifikat hak pakai karena tanah di tujuh desa itu terbukti dikuasai TNI AD. "Tidak ada orang yang marah-marah waktu kami mengukur," tuturnya.
BPN menganggap masyarakat tak menguasai lahan tersebut karena membiarkan proses pengukuran. Padahal warga memang tak mengetahui dan tak diberi tahu tanahnya akan diukur. Dia juga mengabaikan tanaman pertanian warga sebagai bukti adanya penguasaan tanah oleh warga. "Tanah betul dikuasai TNI, tidak ada yang mengusir petugas kami di lapangan," kata dia.
Embun menyebut, bukti penguasaan tanah oleh TNI AD adalah adanya patok tanda batas di lahan yang diajukan sertifikasi. Menurutnya, petugas BPN hanya akan mengukur berdasarkan batas yang telah dipasang. "Tanda batas dipasang, saat pengukuran ditunjukkan tanda batasnya," kata dia. Namun, berdasarkan pengakuan sejumlah perangkat yang menyaksikan, patok bambu itu dipasang ketika pengukuran berdasarkan peta minute.
Meski mengakui peta minute sebagai rujukan pengukuran, BPN tak mengantongi dokumen tersebut. Mereka berdalih TNI AD hanya memperlihatkan peta itu dan tak menyerahkan dokumen dan salinannya. Mendokumentasikan peta yang belum diketahui sumbernya itu pun tak diizinkan. "Mereka punya kemampuan untuk memetakan. Saat kami semua belum mengerti perpetaan mereka sudah duluan," kata dia.
Koordinator Tim Advokasi Petani Urutsewu Kebumen Teguh Purnomo mempertanyakan alasan BPN menggunakan peta minute sebagai rujukan pengukuran batas tanah. Menurut dia, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan Undang-Undang Pokok Agraria tak mengenal peta minute sebagai bukti. "Herannya BPN begitu saja mengakui," ujarnya.
Guru Besar Hukum Agraria Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta Nurhasan Ismail menjelaskan berdasarkan UU Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, penguasaan selama 20 tahun atau lebih merupakan alasan hak atas tanah. Jika tanah tersebut berupa lahan pertanian bukti penguasaannya bisa berupa tanaman yang terawat. “Siapa yang menduduki dan memanfaatkan tanah secara intensif, maka dialah pemilik,” sebutnya.
Dia menyebut, tahapan penyertifikatan tanah oleh BPN diawali dengan peninjauan lapangan. Jika tanah yang akan disertifikatkan tak ada sengketa kemudian diterbitkan surat kuasa pemberian hak. Sebaliknya, apabila tanah itu dikuasai pihak lain BPN akan memberi catatan. Menurut Nurhasan, BPN harus menghormati penduduk yang menguasai tanah tersebut. “Jangan diberikan sertifikat dulu. Diselesaikan dulu,” ujarnya.
Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Jenderal Andika Perkasa mengklaim berdasarkan peta minute lahan TNI AD di pesisir Urut Sewu seluas 995 hektare. Peta itu disebut produk zaman Belanda ketika menduduki Indonesia pada 1930 lalu. TNI AD kemudian menyerahkan peta minute sebagai acuan dan petunjuk batas tanah yang mereka akui pada 22 Oktober 2019.
Dia mengatakan, berdasarkan peta minute tanah yang mereka akui itu disebut government ground atau GG2. Membentang sepanjang 22 Km di pesisir Urut Sewu, GG2 memiliki lebar sekitar 500 meter dari garis pantai. Kemudian GG1 dengan panjang yang sama berada di sebelah utara GG2 dipisahkan tanah warga.
Meski tanah di pesisir Urut Sewu yang telah disertifikasi oleh TNI AD baru 464,327 H, Andika mengaku akan mematuhi prosedur. Dia juga menjamin anak buahnya tak akan beraktivitas di tanah yang belum keluar sertifikatnya untuk TNI AD.
Andika tak menampik ada warga pemilik tanah di pesisir Urut Sewu yang tak dilibatkan dalam proses pengukuran hingga penerbitan sertifikat hak pakai untuk TNI AD. Dia mempersilakan warga yang menolak untuk menempuh jalur hukum. "Monggo, punya hak setiap warga negara untuk misalnya membawa tuntutannya ke ranah hukum. Kami terbuka sekali," kata Andika yang ditemui saat acara Bansos dan Santunan untuk Yatim Piatu Covid-19 bersama TNI AD dan Aksi Tanggap Darurat pada 4 September 2021.
Kami juga berusaha mengajukan permintaan wawancara ke Kodam IV Diponegoro untuk mengetahui proses penyertifikatan tanah di pesisir Urut Sewu Kebumen secara lebih detail. Permohonan wawancara tersebut kami sampaikan surat tertulis, surat digital, dan layanan pesan singkat. Namun hingga berita ini diturunkan belum mendapat tanggapan.
JAMAL A. NASHR
Baca juga: Bersengketa Lahan dengan TNI, Petani Kebumen Surati PBNU
*Laporan ini merupakan hasil liputan kolaborasi bersama Irwan Syambudi (Tirto.id), Rudal Afgani Dirgantara (Liputan6.com), Aninda Putri Kartikasari (KBR), dan Stanislas Cossy (Serat.id)