TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Pendidikan DPR dari Fraksi Gerindra, Djohar Arifin Husin, mengkritik kurikulum Sekolah Penggerak yang dibuat secara ‘diam-diam’ oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim.
“Saya ingatkan bahwa kami wakil rakyat, tolong lah diajak bicara karena ini masa depan bangsa,” kata Djohar dalam rapat kerja, Rabu, 8 September 2021.
Djohar mengatakan sejumlah guru besar mempermasalahkan kemunculan kurikulum Sekolah Penggerak. Pasalnya, kata dia, kurikulum dibuat dan disosialisasikan secara diam-diam dan terbatas hanya pada lingkungan guru sekolah penggerak. “Sehingga tidak diketahui publik, tidak menghebohkan karena diam-diam,” ujarnya.
Menurut Djohar, kurikulum tersebut prematur dan bersifat eksklusif. Padahal, sebelum diterapkan, kurikulum semestinya dikaji secara ilmiah, mengadakan uji publik, dan penerapannya perlu hati-hati karena menyangkut pembentukan generasi masa depan bangsa. “Membangun jembatan bermasalah kita bisa perbaiki, tapi kalau pendidikan salah, kerusakan terjadi pada bangsa ini ke depan,” kata dia.
Jika kurikulum tersebut dilanjutkan, Djohar menyebut, ada sejumlah kemungkinan yang akan terjadi. Salah satunya jurang ketimpangan pendidikan yang makin tinggi karena otonomi yang dominan pada Program Sekolah Penggerak.
Ketimbang membuat kurikulum baru, Djohar meminta Nadiem mencontoh kebijakan pendidikan mantan Presiden AS Barack Obama. Ia menjelaskan kebijakan Obama adalah membenahi standarisasi, penilaian, akuntabilitas, perbaikan kelayakan sekolah, memperbaiki guru dan sekolah menjadi tanggung jawab bersama, dan pembiayaan.
Kurikulum Sekolah Penggerak adalah program Merdeka Belajar yang diluncurkan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim pada 1 Februari 2021. Program ini dimulai pada tahun ajaran 2021/2222 di 2.500 sekolah yang tersebar di 34 provinsi dan 111 kabupaten/kota.
Kebijakan tersebut juga banyak dikritik dari kalangan guru hingga pemerhati pendidikan. Salah satunya Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Said Hamid Hasan, yang mengaku menerima keluhan dari sejumlah guru yang mengikuti pelatihan kurikulum Sekolah Penggerak. Banyak guru menilai waktu pelatihannya terlalu mepet.
Selain waktu, para guru menyampaikan pada Hamid bahwa banyak pelatih yang hanya menjelaskan berdasarkan bahan presentasi, dan tidak bisa memberikan contoh ketika ditanya maksudnya.
Menurut Ketua Tim Pengembang Kurikulum 2013 ini, kurikulum Sekolah Penggerak juga minim sosialisasi. Sebelum diuji coba ke 2.500 satuan pendidikan, kata dia, Nadiem seharusnya melakukan uji publik dengan mengundang berbagai pihak.
Namun, hal utama yang harus diperhatikan dari kurikulum yang dikeluarkan Mendikbud Nadiem Makarim ialah konsepnya harus matang. Kemudian, memerlukan pelatihan guru yang intensif. Bahkan, kata Hamid, kalau bisa pelatihan itu jangan hanya diadakan ke guru representatif, tapi ke semua guru.
Baca juga: BSNP Dibubarkan, Pengamat Usul Jokowi Revisi PP Standar Nasional Pendidikan
FRISKI RIANA