TEMPO.CO, Malang - Penangkapan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya, Hasan Aminuddin, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi menambah panjang daftar kepala daerah yang terjerat kasus hukum di Provinsi Jawa Timur.
Lembaga swadaya masyarakat Malang Corruption Watch (MCW) merilis ada 14 kepala daerah di Jawa Timur, termasuk Puput, yang ditangkap KPK dalam kurun 2017-2021. Enam orang di antaranya ditangkap lewat operasi tangkap tangan atau OTT KPK. Jumlah tersebut menempatkan Jawa Timur sebagai provinsi dengan kepala daerah terbanyak yang ditangkap KPK.
“Penangkapan Bupati Probolinggo menempatkan Jawa Timur sebagai daerah dengan tingkat aksi maling uang rakyat yang melibatkan kepala daerah teratas di Indonesia,” kata Kepala Unit Monitoring dan Investigasi MCW Raymond Tobing, Jumat, 3 September 2021.
Selain Puput, Raymond merinci 13 nama kepala daerah yang ditangkap KPK sepanjang 5 tahun terakhir ialah Bambang Irianto (Wali Kota Madiun), Achmad Syafii (Bupati Pamekasan), Eddy Rumpoko (Wali Kota Batu). Lalu, Mas’ud Yunus (Wali Kota Mojokerto), Nyono Suharli Wihandoko (Bupati Jombang), Mustofa Kamal Pasa (Bupati Mojokerto), Taufiqurrahman (Bupati Nganjuk).
Kemudian, Mochamad Anton (Wali Kota Malang), Syahri Mulyo (Bupati Tulungagung), Muhammad Samanhudi Anwar (Wali Kota Blitar), Setiyono (Wali Kota Pasuruan), Rendra Kresna (Bupati Malang), dan Saiful Ilah (Bupati Sidoarjo).
Dari 14 kasus tersebut, penangkapan skala terbesar adalah penangkapan Wali Kota Malang Mochamad Anton pada Agustus 2018 karena melibatkan 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang. Anton dan 41 anggota parlemen ini dicokok KPK dalam kasus suap pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Tahun Anggaran 2015. Tiap anggota parlemen Kota Malang menerima suap antara Rp 12,5 juta sampai Rp 50 juta dari wali kota.
“Ternyata desentralisasi tidak sepenuhnya bisa menjawab problem ketimpangan dan memperkecil potensi korupsi. Sebaliknya memperlihatkan otonomi daerah hanya jadi arena baru perampokan uang rakyat,” ujar Raymond yang juga mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
Ihwal penangkapan Bupati Probolinggo dan suaminya, menurut Raymond, tidak terlepas dari bangunan kekuasaan politik dinasti yang dirawat selama 18 tahun terakhir. Dinasti politik ini sudah ditata sejak Hasan Aminuddin jadi Bupati Probolinggo selama dua periode sampai digantikan sang istri.
Raymond menduga potensi kerugian negara mencapai puluhan dan bahkan ratusan miliar rupiah selama dinasti Hasan dan Puput berkuasa selama hampir 20 tahun. Potensi kerugian berasal dari sektor pengadaan barang dan jasa, serta pajak dan aset daerah sebagaimana ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sepanjang 2016-2019.
Oleh karena itu, kata Raymond, MCW mendesak KPK dan aparat penegak hukum di Kabupaten Probolinggo menelusuri dugaan korupsi lain yang pernah terjadi selama kepemimpinan Bupati Puput Tantriana Sari dan suaminya, dengan menindaklanjuti temuan BPK tersebut.
MCW juga mendorong Pemerintah Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur untuk segera merombak struktur kekuasaan politik dinasti dengan memegang teguh prinsip politik demokrasi, partisipatif, transparan, dan akuntabel guna menciptakan sistem pemerintahan baru yang antikorupsi.
Baca juga: 18 Tahun Dinasti Politik Kabupaten Probolinggo, Plus Minus Kekuasaan Kekerabatan
ABDI PURMONO