TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh, Al Chaidar, mengatakan pemerintah dan aparat mesti mewaspadai potensi adanya reaksi dari jaringan ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) di Indonesia atas kemenangan Taliban di Afghanistan. Kelompok teroris di Indonesia yang terafiliasi dengan ISIS yakni Jamaah Ansharut Daulah (JAD), Jamaah Ansharut Khilafah (JAK), dan Mujahidin Indonesia Timur (MIT).
"Terutama ISIS-Khurasan itu memiliki hubungan yang sangat istimewa dengan ISIS yang ada di Indonesia, di Makassar dan Surabaya, MIT di Poso. Jadi saya kira memang itu perlu diwaspadai," kata Chaidar kepada Tempo, Ahad, 22 Agustus 2021.
Al Chaidar mengatakan, jaringan ISIS tersebut kemungkinan bereaksi karena merasa kecewa dan malu atas kemenangan Taliban di Afghanistan. Ia menuturkan, ISIS selama ini bertentangan dengan Taliban dan mencapnya sebagai sesat serta bid'ah.
Chaidar mengatakan kekesalan ISIS juga bisa bertambah setelah Taliban mengeksekusi bekas komandan mereka, Omar Khosarani, yang dipenjara di Kabul, ibu kota Afghanistan. Di sisi lain, kemenangan Taliban berpotensi membuat sejumlah pengikut ISIS berubah haluan.
"Banyak di antara pengikut-pengikut ISIS yang berubah haluan dan tidak ingin lagi pergi ke Suriah tapi ingin ke Afghanistan. Ini yang membuat mereka kecewa dan kadung malu," ujar Chaidar.
Baca Juga:
Menurut Al Chaidar, ada kemungkinan jaringan ISIS akan melakukan aksi farewell attack (serangan perpisahan) ketimbang bergabung dengan Taliban.
"Karena mereka tidak mungkin mengikuti atau masuk ke lingkup ini atau masuk ke gerakan Taliban, ada kemungkinan mereka akan melakukan farewell attack," kata dia.
Al Chaidar justru menilai tak terlihat ada tendensi reaksi dari Jamaah Islamiyah, jaringan teroris di Indonesia yang diasosiasikan dengan Taliban dan Al Qaeda. Pertama, Chaidar mengatakan, Taliban dan Al Qaeda sudah putus hubungan.
Sedangkan kelompok-kelompok yang terafiliasi dengan Al Qaeda di Indonesia disebutnya sudah lama menyatakan tak mau lagi melakukan tindakan kekerasan. Ia mengatakan mereka kini lebih banyak beralih ke gerakan-gerakan kemanusiaan.
JI khususnya, kata Chaidar, sudah putus hubungan dengan kelompok yang didirikan Osama Bin Laden tersebut sekitar tahun 2006. "Al Qaeda tidak lagi mau mendukung JI karena JI dianggap terlalu cengeng, tidak tough (kuat)," ucap Al Chaidar.
Meski begitu, Al Chaidar mengakui adanya beberapa euforia dari beberapa pengikut JI di Tanah Air. Dia juga mengakui sulit memastikan apakah kelompok ini tak akan bereaksi, mengingat adanya sejumlah penangkapan oleh polisi sekitar dua pekan lalu.
"Dua minggu ke belakang sebelum Taliban (menang) ini mereka ditangkap terus, apakah mereka akan berbalik (beraksi lagi) atau enggak, agak susah menjawabnya. Tapi setahu saya mereka tidak pernah beli senjata, saya kira tidak ada tendensi ke arah itu," kata Chaidar.
Pemerintah Indonesia mulai mewaspadai potensi implikasi kemenangan Taliban terhadap kelompok teroris di Tanah Air. Badan Intelijen Negara sebelumnya menyatakan tengah melakukan deteksi dini terhadap kelompok teroris di Indonesia yang memiliki kedekatan ideologi dan jaringan dengan Taliban.
Sedangkan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan lembaganya mencermati adanya pihak-pihak tertentu yang berusaha menggalang simpatisan atas isu Taliban. Boy mengatakan bahwa bagaimana pun Taliban menggunakan kekerasan selama berupaya meraih kekuasaan.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | DEWI NURITA | ANTARA
Baca: BIN Deteksi Jaringan Teroris yang Diduga Dekat dengan Taliban