TEMPO.CO, Jakarta - Setara Institute menyebut Pemerintah Kabupaten Siantang menyegel Masjid Ahmadiyah di Desa Balai Harapan, Kecamatan Tempunak.
Direktur Riset Setara Institute Halili Hasan mengatakan penyegelan merupakan buntut dari tuntutan Aliansi Umat Islam Kabupaten Sintang. “Penyegelan juga merupakan puncak dari diskriminasi yang dilakukan oleh Pemerintah setempat terhadap Ahmadiyah,” kata Halili dalam keterangannya, Sabtu, 14 Agustus 2021.
Halili mengungkapkan, dalam penelusuran Setara, Aliansi Umat Islam Kabupaten Sintang membuat pernyataan sikap berupa penolakan yang disampaikan kepada pemerintah Kabupaten Sintang. Mereka juga mempropagandakan penolakan terhadap Ahmadiyah dengan mengatasnamakan masyarakat Balai Harapan.
Praktik intoleransi dan diskriminasi terhadap Ahamadiyah, kata Halili, juga sudah jauh hari dilembagakan oleh pemerintah Kabupaten Sintang.
Pada 29 April 2021, misalnya, pemerintah setempat menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Bupati Sintang, Kepala Kejaksaan Negeri Sintang, dan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sintang tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota, dan Pengurus Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat di Kabupaten Sintang. SKB tersebut merupakan bentuk ketundukan Pemerintah Kabupaten Sintang pada kelompok intoleran.
Atas kejadian tersebut, Setara mendorong Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Agama untuk turun tangan.
Halili menuturkan, agama bukanlah urusan pemerintahan yang didesentralisasikan kepada daerah. “Sehingga pemerintah pusat mestinya melaksanakan otoritas konstitusionalnya, serta tidak mengambil tindakan cuci tangan dan melepas tanggung jawab konsitusionalnya dalam polemik keagamaan yang terjadi di daerah,” kata dia.
Setara Institute juga mendesak agar Kepala Kepolisian RI menginstruksikan jajarannya di daerah untuk memberikan perlindungan bagi keselamatan jiwa jemaat Ahmadiyah di Sintang. Sebab, Setara menemukan aparat kepolisian di Sintang terlibat aktif melakukan intimidasi dan memberikan tekanan pada warga Ahmadiyah.
Halili meminta elite lokal di Sintang tidak mempolitisasi isu Ahmadiyah di sana. Pelaksana Bupati Sintang hendaknya tunduk kepada ketentuan konstitusi dan pro-aktif melakukan penguatan kebinekaan dengan mendorong terwujudnya koeksistensi damai dalam perbedaan.
“Memanfaatkan isu ini untuk mendapatkan insentif politik dari kelompok yang mengatasnamakan mayoritas nyata-nyata merupakan tindakan tidak etis dan machiavellis (menghalalkan segala cara),” ujarnya soal penyegelan Masjid Ahmadiyah.
Baca juga: Bupati Garut Terbitkan SE Larang Aktivitas Ahmadiyah dan Pembangunan Masjid