TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Yudisial menyatakan telah menerima surat dari Busyro Muqoddas dkk yang berisi kritikan atas proses seleksi calon hakim agung yang sedang berlangsung. Busyro yang merupakan Ketua KY periode 2005-2010 itu menilai proses seleksi calon hakim agung semakin tidak transparan dan akuntabel.
"Suratnya sudah diterima oleh para komisioner," ujar Jubir KY, Miko Ginting saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 7 Agustus 2021.
Namun, Miko menyebut belum dapat menyampaikan respon anggota KY atas surat tersebut. "Prinsipnya KY berterima kasih untuk setiap masukan terhadap proses seleksi calon hakim agung ini," ujar Miko.
Adapun tahap seleksi wawancara calon hakim agung masih berlangsung sampai hari ini. Seleksi wawancara dilaksanakan pada 3-7 Agustus 2021 di Kantor Komisi Yudisial RI, Jakarta Pusat.
Seleksi diikuti oleh 24 calon. Sebanyak 15 calon hakim agung kamar pidana, 6 calon calon hakim agung kamar perdata dan 3 calon hakim agung kamar militer. "Hari ini jadwal terakhir wawancara dan diikuti dengan pleno penetapan calon," ujar Miko.
Busyro menganggap seleksi wawancara KY terang-terangan melanggar Undang-Undang KY Nomor 18 Tanun 2011 Pasal 18 ayat (1) dan (2), serta Peraturan Komisi Yudisial No. 2 Tahun 2016 Pasal 2, Pasal 21 ayat (1) dan (6). Aturan itu menegaskan bahwa seleksi wawancara harus dilakukan transparan, partisipatif, obyektif, dan akuntabel.
“Dari informasi media dan sumber-sumber lain yang patut dipercaya, disampaikan bahwa proses seleksi yang dilakukan KY tidak sepenuhnya dijalankan secara transparan, akuntabel dan partisipatif,” kata Busyro dalam suratnya, Kamis, 5 Agustus 2021. Surat itu juga diteken oleh Mantan Ketua KY 2013-2015 Suparman Marzuki.
Busyro Muqoddas dan Suparman meminta pimpinan dan komisioner KY melakukan penelusuran rekam jejak calon hakim agung secara ekstra ketat, dan tidak meloloskan calon-calon yang memiliki catatan buruk secara personal dan profesional. Sebagai lembaga negara independen, Komisi Yudisial diminta kembali meningkatkan peran aktif elemen masyarakat sipil dalam agenda akselerasi reformasi peradilan sebagai wujud pengharkatan atas demokrasi dan prinsip negara hukum.
Baca juga: Koalisi Pemantau Keadilan Minta KY Lebih Serius Seleksi Calon Hakim Agung
DEWI NURITA