TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Pemantau Peradilan menemukan adanya sejumlah calon hakim agung dari 24 yang lolos tahap kesehatan dan kepribadian memiliki catatan integritas yang kurang baik.
Misalnya, sebut Koalisi, harta kekayaan yang nilainya tidak wajar atau dugaan perilaku yang tidak profesional dan berintegritas. Hingga di tahap meloloskan 24 nama tersebut, menurut Koalisi Pemantau Keadilan, Komisi Yudisial (KY) tampaknya tidak mempertimbangkan dengan menyeluruh catatan integritas para calon berdasarkan masukan dan pengaduan masyarakat.
"Selain itu, dalam pemantauan pelaksanaan wawancara hari pertama pada 3 Agustus 2021, beberapa Komisioner KY tidak mengajukan pertanyaan secara profesional. Seperti menunjukkan sikap tidak respek terhadap para calon dengan menampilkan ekspresi garang. Namun, pada saat yang bersamaan, tidak menukik kepada pertanyaan-pertanyaan yang mendalami kompetensi minimum yang dibutuhkan oleh calon hakim agung (CHA), seperti integritas dan kapabilitas," ujar salah satu perwakilan koalisi, Totok Yulianto, melalui keterangan tertulis pada Selasa, 2 Agustus 2021.
Di sisi lain, kata Totok, proses pendalaman profil berupa klarifikasi rekam jejak calon dalam wawancara malah dilakukan secara tertutup. Publik tidak bisa lagi mengetahui proses klarifikasi terhadap data-data atau informasi yang bersifat publik yang dimiliki CHA.
Menurut Totok, hal itu merupakan sebuah kemunduran proses seleksi hakim agung dibandingkan proses-proses seleksi sebelumnya yang lebih terbuka dan transparan.
Oleh karena itu, Koalisi Pemantau Peradila menuntut KY agar lebih serius dalam proses wawancara selanjutnya. Proses wawancara ini seharusnya menjadi sarana bagi KY untuk menggali lebih dalam tentang kompetensi, rekam jejak, dan integritas calon.
Koalisi Pemantau Peradilan mendorong KY memilih calon yang memiliki visi dan misi yang jelas sebagai hakim agung, yang tidak memiliki catatan integritas yang buruk, memiliki harta kekayaan yang wajar, memiliki pemahaman mumpuni mengenai hukum dan peradilan sesuai kamar perkara yang dipilih.
Kemudian berkomitmen untuk berperan aktif dalam reformasi peradilan khususnya di Mahkamah Agung, memahami peran hakim dan pengadilan dalam pemenuhan HAM sesuai kedudukan pengadilan dalam konsep negara hukum, serta yang memiliki keberpihakan pada kelompok rentan, yaitu perempuan, anak, masyarakat miskin dan kelompok minoritas, serta perlindungan lingkungan hidup.
Selain itu, Koalisi Pemantau Peradilan juga meminta KY melakukan proses wawancara dengan memberikan pertanyaan yang bermanfaat untuk menguji kompetensi calon dan bukan pertunjukan kegarangan.
Lebih lanjut, Koalisi juga berharap Komisi Yudisial bisa memilih calon yang memiliki profil berupa kompetensi mumpuni dan integritas yang baik, menelusuri rekam jejak, termasuk dari sumber LHKPN para calon agar bisa memastikan bahwa yang terpilih memiliki rekam jejak yang bersih dan berintegritas.
Lalu memilih calon hakim agung dengan mempertimbangkan semua hasil penilaian tahapan seleksi, memastikan yang terpilih memiliki pemahaman dan komitmen terhadap hak asasi manusia dan keberpihakan pada kelompok rentan dan minoritas. "Dan tidak meloloskan yang memiliki rekam jejak buruk dan tidak berintegritas," kata Totok ihwal masukan kepada Komisi Yudisial tentang seleksi calon hakim agung.
Baca juga: 20 Tahun Pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin yang Melibatkan Tommy Soeharto
ANDITA RAHMA