INFO NASIONAL- PT PLN (Persero) melihat keandalan teknologi akan sangat menentukan upaya menuju Nol Emisi Karbon. Tren 3D atau Dekarbonisasi, Desentralisasi dan Digitalisasi turut mempengaruhi berbagai perencanaan dan strategi menuju 2060 mendatang. Masa di mana PLN menargetkan Netral Karbon dapat diwujudkan dari proses bertahap. Sehingga dukungan teknologi disebut menentukan.
Di tengah perkembangan teknologi, pihaknya terus mendorong pengurangan efek gas rumah kaca lewat berbagai cara. Sektor ketenagalistrikan hanya menyumbangkan 14 persen dari total emisi nasional. “Porsi ini termasuk yang terendah di ASEAN, di antara lima negara terluas di kawasan ASEAN” ujar Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini, dalam Pekan Inovasi Energi Baru dan Terbarukan Indonesia yang digelar oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Sektor ketenagalistrikan Filipina dan Vietnam masing-masing berkontribusi 30 persen terhadap emisi dan Malaysia bahkan mencapai 32 persen kontribusi emisi. Di Indonesia, pengunaan lahan dan alih fungsi hutan, termasuk kebakaran hutan merupakan kontributor emisi karbon terbesar. Meskipun begitu, PLN berkomitmen mendukung transisi energi.
Model bisnis PLN di masa depan pun akan mengakomodasi tren 3D. Di antaranya dengan meningkatkan peran EBT (energi baru dan terbarukan) sebagai sumber energi primer utama dan smart grid sebagai enabler . Inovasi teknologi semakin maju dalam bidang teknologi pembangkit EBT. Hal ini meliputi hadirnya energy storage atau baterai, carbon capture, green hydrogen, kendaraan listrik dan efisiensi energi, yang mendorong transisi pada sektor ketenagalistrikan.
PLN telah menetapkan peta jalan dalam mengurangi penggunaan energi listrik berbasis fosil dari 2025-2060. Ada dua skenario yang disiapkan. Skenario pertama energi berbasis fosil akan mulai hilang dari bauran energi mulai 2056 mendatang. Ada tujuh tahapan penghentian PLTU batubara mulai dari yang menggunakan teknologi konvensional sampai yang paling mutakhir. Skenario kedua, pemanfaatan teknologi CCUS (Carbon Capture, Usage and Storage) akan diterapkan mulai 2035 sembari PLN akan tetap menurunkan porsi energi berbasis fosil dari bauran energi.
Sebelumnya, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Laksana Tri Handoko menyampaikan isu energi dan lingkungan saling terkait erat. Pada satu sisi peningkatan ekonomi lewat pembangunan dan industrialisasi yang meningkatkan kebutuhan terhadap energi. Sisi lain ada dampak lingkungan termasuk penggunaan energi yang berbasis fosil.
Sementara itu Kepala BPPT Hammam Riza, mengungkapkan EBT merupakan salah satu komponen penting dalam mengantarkan Indonesia menjadi negara yang mandiri, adil dan makmur. Untuk mendorong pengembangan EBT dibutuhkan sebuah Ekosistem Inovasi Energi yang didukung oleh berbagai pihak.“BPPT melaksanakan asesmen ataupun audit teknologi dari berbagai kegiatan Energi Baru Terbarukan di bidang bahan bakar dan ketenagalistrikan” ujarnya.
Untuk mengatasi energi gas rumah kaca, banyak pembangkit yang perlu dikembangkan dengan misi utama untuk menjadi pembangkit yang ramah lingkungan dengan emisi CO2-nya kurang dari 10 persen dibanding PLTU Batubara.
Menteri Energi Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, mengungkapkan dalam transisi energi menuju Nol Emisi Karbon akan dilakukan secara cermat agar masuknya EBT dalam bauran energi tidak menimbulkan masalah teknis dan sosial. Untuk menuju energi hijau, mesti ada langkah substitusi, konversi energi primer posil hingga memperbesar porsi bauran EBT.“Sekarang ini kita melihat teknologi fotovoltaik maju pesat. Kita berharap PLTS Atap, rooptop bisa didorong cepat,” katanya.(*)