TEMPO.CO, Jakarta - Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengatakan oseltamivir yang dicari Presiden Joko Widodo atau Jokowi sudah tak direkomendasikan oleh tenaga kesehatan. "Karena obat ini antivirus untuk influenza," kata Pandu saat dihubungi pada Sabtu, 24 Juli 2021.
Pandu mengatakan penggunaan antibiotik pun tidak bisa sembarangan jika tak ada indikasi terinfeksi Covid-19. Menurut Pandu, salah kaprah tersebut harus dihentikan. Sebab, Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga sudah melarang self treatment semacam itu. "Apalagi penggunaan antivirus, antibiotik," ujarnya.
Presiden blusukan ke apotek di Bogor, Jawa Barat untuk mengecek ketersediaan obat antivirus pada Jumat, 23 Juli 2021. Beberapa yang dicari adalah oseltamivir, favipiravir, vitamin D3 5000IU, multivitamin yang mengandung Zinc, dan Becom-Zet. Mendapati stok obat ini kosong Presiden menghubungi Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadiki.
Pandu mengatakan obat yang disebutkan Presiden merupakan obat keras. Pembelian serta konsumsi obat-obatan tersebut harus menggunakan resep dokter. Sedangkan menurut Pandu, Presiden Jokowi menanyakan obat-obat tersebut tanpa resep dokter.
"Itu enggak boleh, tidak mendidik publik untuk jangan melakukan pengobatan sendiri, itu obat keras," kata Pandu.
Pandu Riono mengatakan Presiden Jokowi lebih baik membagi-bagikan masker saja ketimbang obat. "Virus ini hanya bisa dihentikan dengan masker, mencegah lebih baik daripada mengobati," kata dia.
Baca juga: Jokowi Blusukan Bagi Obat, Pandu Riono: Ngapain Sih, Itu Bukan Tugas Presiden