TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) meminta agar diskriminasi dan ancaman terhadap masyarakat Adat Tobelo Dalam, Halmahera Tengah, Maluku Utara, segera dihentikan. Diskriminasi ini muncul setelah adanya tudingan bahwa Komunitas Adat Tobelo Dalam bertanggung jawab dalam tiga warga yang ditemukan tewas setelah sebelumnya hilang setelah masuk ke dalam belantara hutan Patani Timur, Halmahera Tengah.
Ketua BPH AMAN Wilayah Maluku Utara, Munadi Kilkoda, mengatakan beberapa media massa kerap memberitakan secara berlebihan peristiwa yang terjadi di Hutan Halmahera. Padahal, ia mengatakan belum ada pembuktian secara hukum terkait kejadian ini.
"Kami meminta semua pihak untuk tidak terburu-buru membangun dugaan Tobelo Dalam sebagai pelaku dalam kasus pembunuhan di Patani sampai benar-benar terungkap melalui proses penyelidikan dilakukan oleh pihak kepolisian," kata Munadi dalam keterangan tertulis, Ahad, 18 April 2021.
Munadi mengatakan dari informasi yang mereka himpun melalui jaringan lokal, korban selamat menyebutkan pelaku diduga bukan berasal dari komunitas Tobelo Dalam. Hal ini tentu saja berbeda dengan framing pemberitaan di media yang selalu mengarahkan narasi pelaku pembunuhan adalah warga komunitas adat Tobelo Dalam.
Sekretaris Jenderal AMAN, Rukka Sombolinggi, juga mengecam framing media yang mengarahkan pelaku berasal dari Tobelo Dalam. Ia mengingatkan Orang Tobelo Dalam saat ini kondisinya terancam punah karena jumlahnya sudah sedikit.
Apalagi kasus serupa sempat terjadi pada 2014 silam. saat itu, Bokum dan Nuhu yang berasal dari komunitas Tobelo Dalam Akejira, dituduh membunuh dua orang warga Desa Waci pesisir yang ditemukan meninggal. Padahal, Wilayah Adat mereka berjarak kurang lebih 180 km dengan tempat ditemukannya dua orang korban ditemukan. Fakta ini kemudian diabaikan di persidangan dan vonis tetap dijatuhkan.
Rukka mengatakan bahwa kasus Bokum-Nuhu merupakan contoh nyata diskriminasi orang Tobelo Dalam. Tuduhan membunuh orang Waci kembali terulang dan pola yang sama menimpa orang Tobelo Dalam.
"Pemerintah Daerah Provinsi Maluku Utara dan Kabupaten Halmahera Tengah, mohon agar melindungi warganya, jangan biarkan pihak lain menyerang mereka secara membabi buta dengan asumsi-asumsi berbahaya," kata Rukka.
Jika tidak mendapatkan perhatian serius, Rukka mengatakan bukan tidak mungkin orang Tobelo Dalam terancam punah di masa depan. Karena itu, AMAN meminta sejumlah hal.
Pertama, mendesak KOMNAS HAM untuk segera melakukan pemantauan atas dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi sekaitan dengan peristiwa tersebut. Selain itu, AMAN juga mendesak semua pihak untuk menghentikan segala tindakan diskriminatif dan tindakan yang merendahkan martabat orang Tobelo Dalam.
Mereka juga meminta media agar senantiasa memegang teguh nilai, prinsip dan etika jurnalisme sebagaimana diatur dalam UU Pers, dan obyektif dalam membuat pemberitaan berkaitan dengan peristiwa yang dikaitkan dengan orang Tobelo Dalam. "Meminta Pemerintah Daerah Maluku Utara, Halmahera Tengah dan Halmahera Timur, untuk segera membuat kebijakan Pengakuan, Penghormatan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat, khususnya Hak-Hak orang Tobelo Dalam," kata AMAN.