TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono menilai Pemilu Serentak 2024 termasuk Pilkada 2024 memiliki implikasi besar terhadap kualitas demokrasi di Indonesia. Ia menyoroti tidak adanya pilkada di tahun 2022 dan 2023.
AHY menyebut tak adanya Pilkada 2022 dan 2023 yang berimplikasi pada penunjukan lebih dari 270 pelaksana tugas kepala daerah. Dia mempertanyakan etika politik seseorang memimpin hingga dua tahun padahal bukan pemimpin yang dipilih langsung oleh rakyat.
Menurut AHY, tidak mungkin dalam jangka dua tahun tersebut tak ada keputusan strategis yang mesti diambil, misalnya terkait program dan anggaran. "Pertanyaannya apakah ethical, politically correct, ketika seseorang memimpin dua tahun lebih padahal tidak dipilih langsung oleh rakyat," ucapnya.
Di sisi lain, AHY melanjutkan, ada juga komplikasi yang akan muncul dari desain penyelenggaraan pilkada setelah pemilihan presiden dan pemilihan legislatif rampung. Dia mengatakan, desain itu akan membuat pemenang pemilu kembali menang besar di pilkada.
AHY memprediksi koalisi pilkada akan dibangun dan terkonsentrasi pada koalisi pemenang pilpres. Dia menduga calon kepala daerah akan mengincar koalisi dengan pemenang pilpres, kemudian 'berjualan' presiden terpilih agar tak perlu sulit berkampanye.
Padahal, kata AHY, calon kepala daerah mestinya menyodorkan visi misi dan programnya. AHY pun menilai desain ini akan menurunkan kualitas demokrasi di Tanah Air. "Kualitas demokrasi kita bagaimana sebetulnya ya. Yang begini harus terus kita kritisi, bukan hanya bagaimana melanggengkan demokrasi tapi juga bagaimana kualitas demokrasi," kata AHY.
BUDIARTI UTAMI PUTRI