TEMPO.CO, Jakarta - Bertepatan dengan hari ini, 55 tahun lalu, 11 Maret 1966 Presiden Pertama RI Sukarno menandatangani Surat Perintah Sebelas Maret atau sering disebut Supersemar.
Surat perintah itu berisi instruksi dari Presiden Sukarno kepada Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban atau Pangkopkamtib Soeharto untuk mengatasi situasi dan kondisi yang tidak stabil dengan mengambil segala tindakan yang dianggap perlu.
Supersemar merupakan pintu gerbang peralihan dari pemerintahan Soekarno ke Presiden Soeharto yang menyebut rezimnya sebagai Orde Baru. Meski belakangan timbul kontroversi, awalnya Supersemar dianggap sebagai surat serah mandat kekuasaan Presiden Sukarno untuk Soeharto
Penyerahan surat perintah tersebut disebabkan oleh ketidakstabilan keamanan negara yang dipicu peristiwa pemberontakan Gerakan 30 September atau G30S pada dini hari 1 Oktober 1965.
Ketika itu, pada 11 Maret 1966, Presiden Soekarno tengah melakukan sidang pelantikan Kabinet Dwikora atau dikenal juga dengan Kabinet 100 Menteri. Panglima Pasukan Pengawal Presiden atau Tjakrabirawa Brigadir Jendral atau Brigjen Sabur melaporkan bahwa banyak pasukan liar atau pasukan tak dikenal yang akhir-akhir diketahui sebagai anggota Pasukan Kostrad di bawah pimpinan Mayor Jendral Kemal Idris.
Pasukan Kostrad ini bertugas untuk menahan sejumlah orang yang ada di Kabinet yang terduga ikut terlibat G30S, salah satunya Wakil Perdana Menteri I Soebandrio.
Menuruti laporan Brigadir Jendral Sabur tersebut, sidang pelantikan kabinet tersebut terpaksa ditutup oleh Wakil Perdana Menteri II Dr.J. Leimena, sementara Presiden Soekarno menyingkirkan diri bersama Wakil Perdana Menteri I Soebandrio dan Wakil Perdana Menteri III Chaerul Saleh dengan helikopter menuju Bogor.
Situasi ini dilaporkan kepada Panglima Angkatan Darat Mayor Jendral atau Mayjen Soeharto yang absen dari sidang pelantikan Kabinet lantaran dirinya mengaku sakit. Mayjen Soeharto lantas mengutus tiga perwira tinggi Angkatan Darat yaitu Brigjen M. Jusuf, Brigjen Amirmachmud dan Brigjen Basuki Rahmat untuk menemui Presiden Sukarno di Istana Bogor.
Ketiga perwira tersebut melakukan pembicaraan dengan Presiden Soekarno terkait gentingnya situasi saat itu, menurut ketiga perwira ini, Mayjen Soeharto bisa menangani situasi dan memulihkan keamanan bila diberi pegangan surat tugas.
Presiden Sukarno menyetujui usulan tersebut dan ditulislah surat perintah untuk memberikan kewenangan kepada Mayjen Soeharto. Supaya surat itu dapat digunakan untuk mengambil tindakan yang diperlukan demi meredam gejolak dan mengembalikan kestabilan keamanan negara, surat tersebut dikenal dengan Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar. Tiga poin penting isi Supersemar yaitu:
- Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terdjaminnja keamanan dan ketenangan, serta kestabilan djalannja pemerintahan dan djalannja Revolusi, serta mendjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris M.P.R.S. demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala adjaran Pemimpin Besar Revolusi.
- Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-Panglima Angkatan Lain dengan sebaik-baiknja.
- Supaja melaporkan segala sesuatu jang bersangkut paut dalam tugas dan tanggung-djawabnja seperti tersebut diatas.
Selepas ditandatanganinya surat perintah itu, Soeharto membubarkan PKI yang diangga sebagai dalang G30S dan menangkap 15 orang menteri yang diduga terlibat dalam peristiwa G30S. Seharusnya setelah PKI dibubarkan dan pendukungnya ditangkap dan ditahan serta keamanan sudah stabil, maka pemegang Supersemar tidak lagi memiliki wewenang lagi.
Tetapi MPRS justru mengukuhkan Supersemar sebagai Tap. No, IX/MPRS/1966 dalam sidang 20 Juni sampai 5 Juli 1966 sehingga Presiden Soekarno tidak bisa mencabutnya. Terlepas dari kontroversi yang belum jelas, Supersemar dijadikan sebagai tanda runtuhnya kekuasaan Soekarno dalam sejarah Indonesia dan awal bagi pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca juga: Arsip Supersemar Tidak Asli, Begini Pencarian yang Dilakukan ANRI