TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah tokoh ramai-ramai membela dosen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Din Syamsuddin yang dilaporkan ke Komisi Aparat Sipil Negara (KASN) dengan tuduhan radikal, anti-Pancasila dan anti-NKRI.
Mulai dari bekas Rektor UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sudarnoto Abdul Hakim, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, hingga Menkopolhukam Mahfud Md kompak membela Din. Menurut mereka, Din adalah sosok kritis, bukan radikalis. Berikut kata mereka;
1. Azyumardi Azra
Bekas Rekor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra ini menyebut, tuduhan radikal terhadap Din terlalu mengada-ada dan tidak masuk akal. Sebab, kata Azra, Din merupakan salah satu guru besar terkemuka UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan pernah menjadi utusan khusus presiden untuk dialog dan kerjasama antar agama dan peradaban.
Ia meminta Gerakan Anti Radikalisme Alumni ITB (GAR ITB), kelompok yang melaporkan Din ke KASN, segera mencabut laporan atas Din Syamsuddin. "Saya mengimbau agar GAR ITB menarik laporannya. Jika ada konflik kepentingan terkait dengan posisi Din Syamsuddin sebagai anggota MWA ITB sebaiknya diselesaikan secara baik-baik di lingkungan almamater-sivitas akademika dengan semangat perguruan tinggi yang berdasarkan obyektivitas dan kolegialitas," ujar Azra lewat keterangan tertulis yang dikutip, Sabtu, 13 Februari 2021.
Baca: Kiprah GAR ITB, Minta MWA Copot Din Syamsuddin hingga Lapor KASN
2. Sudarnato Abdul Hakim
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional, Sudarnoto Abdul Hakim menilai tudingan radikal terhadap Din merupakan tuduhan dan fitnah keji yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Sudarnoto mengatakan, Din selama ini telah mempromosikan wasatiyatul Islam atau Islam moderat di berbagai forum dunia. Masyarakat juga bisa melihat bukti dan rekam jejak Din untuk memahami pandangan dan sikapnya terhadap radikalisme dan bagaimana menangani paham tersebut. "Bahkan tak segan-segan beliau mengkritik siapapun yang menangani radikalisme-ekstremisme dengan cara-cara radikal dan ugal-ugalan," ujar Sudarnoto dalam keterangannya, Jumat, 12 Februari 2021.
3. Gus Yaqut
Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas menyatakan
tidak setuju jika seseorang dikatakan radikal begitu saja. "Kritis beda dengan radikal. Berpolitik memang bisa jadi pelanggaran seorang ASN. Namun soal lontaran kritik sah-sah saja sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden Jokowi bahwa kritik itu tidak dilarang,” ujar Yaqut lewat keterangan tertulis, Sabtu, 13 Februari 2021.
Ia berharap persoalan ini bisa diselesaikan dengan tabayyun. Stigma atau cap negatif, menurut Yaqut, seringkali muncul karena terjadinya sumbatan komunikasi atau karena seseorang kurang memiliki informasi dan data yang memadai terhadap sikap atau perilaku orang lain. "Dengan asumsi itu, maka klarifikasi atau tabayyun adalah menjadi hal yang tak boleh ditinggalkan dalam kerangka mendapat informasi valid,” ujar pria yang akrab disapa Gus Yaqut ini.
4. Mahfud Md
Menteri Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md juga turut berkomentar terkait tuduhan radikal terhadap Din Syamsuddin. Mahfud menyatakan pemerintah tak pernah menganggap Din sebagai sosok radikal atau penganut radikalisme. Sehingga, ujar dia, laporan terkait hal tersebut tidak ditindaklanjuti pemerintah.
"Pak Din itu pengusung moderasi beragama (washatiyyah Islam) yang juga diusung oleh pemerintah," cuit Mahfud di akun Twitternya @mohmahfudmd, Sabtu, 13 Februari 2021.
Mahfud MD mengatakan, Din Syamsuddin juga penguat sikap Muhammadiyah bahwa Indonesia adalah Darul Ahdi Wassyahadah. "Beliau (Din) kritis, bukan radikalis," kata Mahfud.
DEWI NURITA