TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 pada 7 Desember 2020. Beleid tersebut mengatur mengenai tata cara kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Khusus untuk kebiri kimia, aturan ini menjelaskan lebih mendetail. Pasal 1 Ayat 2 aturan ini menyebutkan, kebiri adalah pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain. Kebiri diberikan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau orang lain.
“Sehingga menimbulkan korban lebih dari satu orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggunya atau hilangnya fungsi reproduksi dan/atau korban meninggal dunia untuk menekan hasrat seksual berlebih yang disertai rehabilitasi,” seperti dikutip dari salinan aturan itu pada Ahad, 3 Januari 2020.
Lebih lanjut aturan menjelaskan bahwa kebiri kimia, atau pemasangan alat pendeteksi elektronik dan rehabilitasi dikenakan kepada pelaku sesuai dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Eksekusi putusan dilakukan oleh jaksa yang berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Hukum dan HAM, serta Kementerian Sosial. Hukuman kebiri kimia tak dapat dilakukan kepada pelaku yang masih anak-anak.
Selanjutnya pada Pasal 5 menyebutkan bahwa kebiri kimia dikenakan untuk jangka waktu paling lama 2 tahun. Tindakan kebiri kimia harus dilakukan oleh petugas yang memiliki kompetensi. Sebelum dikebiri, pelaku harus melalui penilaian klinis, kesimpulan, hingga akhirnya hukuman dilaksanakan sebagaimana diatur dalam Pasal 6.
Pada Pasal 9 disebutkan bahwa hukuman kebiri kimia dilakukan setelah pelaku menjalani masa pidana pokok. Setelah dilakukan, jaksa juga harus memberitahu pihak keluarga korban bahwa hukuman tersebut telah dilaksanakan.