TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) enggan menanggapi kebijakan pemerintah menghentikan kegiatan dan aktivitas Front Pembela Islam (FPI) dalam bentuk apapun.
Keengganan menanggapi Surat Keputusan Bersama (SKB) enam menteri dan lembaga yang menyatakan FPI sebagai organisasi terlarang itu disebabkan Komnas HAM belum menerima dan mempelajari kebijakan itu.
"Komnas HAM perlu membaca dulu, mempelajari dulu hal ini dan tentu saja juga harus cermat. Apalagi saat ini kami sedang melakukan penyelidikan yang ada kaitan dengan peristiwa FPI," ujar Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam konferensi pers daring di Jakarta, Rabu 30 Desember 2020.
Komnas HAM disebutnya harus berhati-hati sebelum memberikan pernyataan karena Tim Penyelidikan Komnas HAM masih bekerja menyelidiki kasus dugaan bentrokan yang yang melibatkan FPI di Tol Cikampek. Ia berjanji dalam beberapa hari ke depan akan memberikan respons terhadap kebijakan itu setelah mempelajari kebijakan yang diambil pemerintah.
Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, Kepala Badan Iintelijen Negara, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, nomor 220-4780 tahun 2020 nomor M.HH-14.HH05.05 tahun 2020, nomor 690 tahun 2020, nomor 264 tahun 2020, nomor KB/3/XII 2020, nomor 320 tahun 2020, tentang larangan kegiatan penggunaan simbol dan atribut serta pemberhentian kegiatan Front Pembela Islam.
Dalam pertimbangannya, setidaknya ada tujuh alasan pemerintah melarang FPI beraktivitas. Di antaranya, isi anggaran dasar FPI dinilai bertentangan dengan peraturan tentang Ormas. Selain itu, masa berlaku Surat keterangan terdaftar (SKT) FPI sebagai Ormas telah habis pada 20 Juni 2019 lalu.
Alasan lain yang digunakan, pemerintah menyebut pengurus dan anggota FPI ataupun yang pernah bergabung dengan anggota FPI, kerap terlibat pidana bahkan aksi terorisme. FPI juga disebut kerap melakukan sweeping atau razia, jika menurut penilaian atau dugaannya sendiri terjadi pelanggaran ketentuan hukum. Padahal, hal tersebut merupakan tugas dan wewenang aparat penegak hukum.