Inti surat itu menyatakan akan mengubah empat undang-undang agar sesuai dengan ketentuan WTO. Keempat aturan itu ialah UU Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Perwakilan Kepal yang lain, Hadi Saputra mengatakan langkah uji formil ke MK menjadi opsi lantaran tak ada tanda Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) untuk membatalkan UU Cipta Kerja. "Pengujian formil terhadap UU CK menjadi relevan dan sangat urgen dilakukan saat ini mengingat hanya diberikan waktu maksimal dimohonkan 45 hari sejak dicatatkan dalam Lembaran Negara," kata Hadi.
Hadi mengatakan urgensi pengujian formil tak sekadar untuk menjegal UU Cipta Kerja. Dia berujar, uji formil juga demi mengawal independensi MK sebagai pengawal konstitusi dalam pelaksanaan dan eksekusi putusan, mempertahankan tafsir MK terkait hak-hak konstitusional lewat putusan yang final dan mengikat.
Kepal mendaftarkan permohonan uji formil UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi pada Kamis, 19 November 2020. Kepal terdiri dari 15 organisasi masyarakat sipil.
Mereka adalah Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Serikat Petani Indonesia (SPI), Serikat Nelayan Indonesia (SNI), Yayasan Bina Desa), Sawit Watch, Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Indonesia for Global Justice (IGJ).
Kemudian Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI), Field Indonesia, Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRuHA), Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Aliansi Organis Indonesia (AOI), Jaringan Masyarakat Tani Indonesia (Jamtani), dan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB).
BUDIARTI UTAMI PUTRI