Dalam paparannya saat rapat Badan Legislasi Selasa lalu, 10 November 2020, Illiza mengutip data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 2011 yang menunjukkan sebanyak 2,5 juta penduduk dunia meninggal akibat alkohol dan sekitar 9 persen kematian terjadi pada usia 15-29 tahun atau usia produktif. Pada 2014, kata Illiza, konsumsi alkohol di dunia dapat menyebabkan kematian lebih dari 3,3 juta orang setiap tahunnya atau 5,9 persen dari semua kematian.
Adapun di Indonesia, Illiza mengatakan hasil riset kesehatan dasar Kementerian Kesehatan pada 2007 mencatat 4,9 persen remaja menjadi konsumen alkohol. Kemudian riset sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat pada 2014 mencatat jumlahnya melonjak menjadi 23 persen dari total jumlah remaja.
"Melihat realitas yang terjadi seharusnya pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol dapat dilanjutkan dan disahkan demi kepentingan generasi yang akan datang," kata Illiza.
Usulan ini menuai isyarat penolakan setidaknya dari dua fraksi besar di DPR, yakni Fraksi Golkar dan Fraksi PDIP. Ketua Kelompok Fraksi Golkar di Baleg, Firman Soebagyo mengatakan RUU Larangan Minuman Beralkohol ini telah dibahas sejak DPR periode 2014-2019. Namun pembahasannya mentok lantaran perbedaan pendapat DPR dan pemerintah. "Pemerintah ketika mempertahankan terkait pengaturan, tetapi pengusul tetap kukuh terhadap pelarangan," kata Firman.
Firman juga mengingatkan ada persoalan keberagaman yang perlu diperhatikan. Dia mengatakan minuman beralkohol pun digunakan di daerah atau agama tertentu untuk kepentingan ritual, seperti Bali, Papua, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, hingga Sulawesi Utara.
Senada dengan Firman, Ketua Kelompok Fraksi PDIP di Baleg DPR, Sturman Panjaitan meminta pengusul jeli dalam memperhatikan keberagaman di Indonesia. "Saya agama Kristen, di adat umat Kristen ada namanya perjamuan kudus, kami minum anggur. Itu alkohol juga meskipun kecil. Apa mau kita hentikan mereka enggak boleh lagi perjamuan kudus?" ujar Sturman dalam rapat Baleg Selasa, 10 November lalu.
Firman Soebagyo pun mengusulkan pimpinan Badan Legislasi untuk berkomunikasi terlebih dulu dengan pemerintah terkait RUU yang akan masuk Prolegnas 2021. Ia beralasan agar RUU yang diusulkan DPR sejalan dengan yang menjadi perhatian dan fokus pemerintah.
"Jangan sampai nanti setelah disetujui diharmonisasi di DPR, sampai pimpinan tidak jalan. Atau sebaliknya dari pimpinan DPR sudah setuju sampai kepada tingkat pemerintah, pemerintah tidak setuju," kata Firman dalam rapat Badan Legislasi hari ini, Kamis, 12 November 2020.
BUDIARTI UTAMI PUTRI