TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendorong pemerintah menerapkan mekanisme peradilan umum, bagi TNI jika terbukti terlibat dalam kematian Pendeta Yeremias Zanambani di Intan Jaya, Papua.
"Karena kalau kita melihat dari peristiwa kasus penembakan terhadap pendeta, kita tak melihat ada bentuk kerugian pun yang dialami oleh pihak TNI. Jadi kalau menurut kami tak ada alasan proses itu harus dilakukan melalui mekanisme peradilan militer," kata Kepala Divisi Pembelaan HAM KontraS, Arif Nur Fikri, dalam konferensi pers, Kamis, 22 Oktober 2020.
Dugaan keterlibatan aparat keamanan dalam kematian Pendeta Yeremias diungkapkan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD. Mahfud merujuk pada hasil laporan Tim Gabungan Pencari Fakta atau TGPF Intan Jaya yang ia bentuk sebelumnya.
Arif mengapresiasi hasil kerja dari TGPF. Meski begitu, ia berharap niat baik dan inisiatif pemerintah harus berlanjut dan tak berhenti dengan sebatas laporan TGPF saja.
Ia mengatakan hal ini bisa dilakukan dengan mendorong dan memaksimalkan lembaga-lembaga terkait untuk dapat bekerja semaksimal mungkin sebagaimana dengan kewenangannya. "Hal ini sebenarnya untuk mengungkap kasus dan proses tersebut dapat berjalan secara independen, transparan, dan akuntabel," kata Arif.
KontraS juga mendorong lembaga terkait yang memiliki kewenangan agar dapat memastikan proses hukum ini terus berjalan dengan transparan dan akuntabel.
"Tak hanya pihak penyidik tapi juga lembaga pengawas seperti LPSK, Komnas HAM, Komisi Yudisial, Ombudsman untuk melakukan proses-proses pengawasan terkait dengan hasil temuan yang disampaikan oleh Kemenko Polhukam," kata dia.