TEMPO.CO, Jakarta - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak rencana pengesahan RUU Cipta Kerja. Presiden KSPI, Said Iqbal, mengatakan ada tujuh kesepakatan dalam RUU tersebut yang pihaknya tolak keras.
Pertama, dihapusnya regulasi tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) bersayarat dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK). Said Iqbal menilai UMK bersyarat harus tetap ada lantaran setiap kabupaten/kota berbeda nilainya. Bila diambil rata-rata secara nasional, nilai UMK di Indonesia pun lebih kecil dari upah minimum di Vietnam.
“Tidak adil jika sektor otomotif seperti Toyota, Astra, dan lain-lain atau sektor pertambangan seperti Freeport, Nikel di Morowali, dan lain-lain nilai UMK-nya sama dengan perusahaan baju atau perusahaan kerupuk. Karena itulah di seluruh dunia ada Upah Minimum Sektoral yang berlaku sesuai kontribusi nilai tambah tiap-tiap industri terhadap PDB negara,” katanya dalam keterangan tertulis, Ahad, 4 Oktober 2020.
Begitu pun dengan keberadaan UMSK. Menurut Iqbal, jalan tengahnya adalah penetapan nilai kenaikan dan jenis industri yang mendapatkan UMSK dilakukan di tingkat nasional untuk beberapa daerah dan jenis industri tertentu saja. Sehingga UMSK tidak lagi diputuskan di tingkat daerah dan tidak semua industri mendapatkan UMSK agar ada keadilan.
Sedangkan perundingan nilai UMSK dilakukan oleh asosiasi jenis industri dengan serikat pekerja sektoral industri di tingkat nasional. Di mana keputusan penetapan tersebut hanya berlaku di beberapa daerah saja dan jenis sektor industri tertentu saja sesuai kemampuan sektor industri tersebut. “Jadi tidak harus sama rata sama rasa, karena faktanya setiap industri berbeda kemampuannya. Karena itu masih dibutuhkan UMSK,” ucap dia.