TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Nur Hidayati menilai Presiden Joko Widodo abai terhadap kewajiban menyejahterakan masyarakat lewat pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam. Salah satunya lewat rencana pengesahan RUU Cipta Kerja.
Hidayati melihat presiden dan lembaga negara lainnya lalai menjalankan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Hidayati melihat pengesahan perubahan UU Minerba pada Mei 2020 dan getolnya pemerintah serta DPR untuk mendorong paket omnibus law, khususnya RUU Cipta Kerja, menjadi bukti bahwa produk hukum yang didorong tidak untuk kepentingan rakyat dan lingkungan hidup.
"Dengan begitu, proses legislasi berlangsung hanya sekadar untuk melayani kepentingan investasi. Dan ini sangat bertentangan dengan semangat TAP MPR IX/2001," kata Hidayati lewat keterangan tertulis pada Jumat, 14 Agustus 2020.
Padahal, kata Hidayati, TAP MPR yang ditetapkan pada 9 November 2001 ini memberi perintah tegas kepada Presiden bersama DPR untuk mengatur lebih lanjut pelaksanaan pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam.
Mereka seharusnya mengevaluasi dan selanjutnya mencabut, mengubah dan/atau mengganti semua undang-undang dan peraturan pelaksana yang bertentangan dengan semangat pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam.
Selanjutnya, Presiden diperintahkan untuk menata ulang penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dengan mengedepankan teknologi ramah lingkungan. Pelaksanaan dua perintah pokok TAP MPR ini selanjutnya diperintahkan untuk dilaporkan Presiden setiap sidang tahunan MPR.
"Sepanjang sejarahnya, tidak ditemukan informasi pelaporan pelaksanaan perintah TAP MPR ini dalam sidang tahunan MPR, termasuk selama lima tahun pertama pemerintahan Jokowi," kata Nur.
YEREMIAS A. SANTOSO