TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Arteria Dahlan, melontarkan kritik tajam terkait RUU Cipta Kerja. Arteria mempertanyakan kesesuaian rumusan omnibus law ini dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
"Saya mohon pemerintah bicaranya substantif dan tidak retorika. Mau nanya saya sekarang, yang buat omnibus ini sudah baca UU Nomor 23 Tahun 2014 tidak? Jangan-jangan yang buat ini orang swasta," ujar Arteria.
Arteria awalnya menyoroti tentang diambilnya kewenangan pemerintah daerah oleh pemerintah pusat lewat RUU Cipta Kerja. Adapun yang menjadi salah satu perdebatan, yakni terkait penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang harus mendapatkan persetujuan pusat.
Dalam Bagian Ketiga RUU Cipta Kerja tentang Penyederhanaan Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha dan Pengadaan Lahan, RDTR harus disetujui oleh pemerintah pusat. Pemerintah daerah harus menetapkan RDTR yang telah disetujui pusat dalam jangka waktu satu bulan.
Arteria Dahlan mengingatkan bahwa provinsi, kabupaten, dan kota mempunyai otonomi untuk mengurus dirinya sendiri. Menurut dia, perubahan kewenangan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat dalam konteks tata ruang bertentangan dengan konstitusi.
Ia juga menyebut hanya ada enam bidang yang absolut menjadi kewenangan pemerintah pusat, yakni politik luar negeri, pertahanan keamanan, yustisi, moneter, fiskal, dan agama. "Penataan ruang bukan pemerintah pusat. Jangan dibalik-balik, enggak begitu logikanya," kata Arteria.
Anggota Komisi Hukum DPR ini pun mempertanyakan apakah Presiden Joko Widodo cukup mendapat informasi terkait hal ini. Ia mengatakan jangan sampai omnibus law menjadi akal-akalan pihak tertentu saja.
"Jangan sampai ini akal-akalan. Jangan jual-jual nama Pak Jokowi. Jangan-jangan Pak Jokowi tidak tercerahkan dan tidak dijelaskan terkait hal ini," kata Arteria.
Staf Ahli Kementerian Koordinator Perekonomian Elen Setiadi membantah ucapan Arteria. Ia mengatakan substansi RUU Cipta Kerja sepenuhnya ditetapkan oleh pemerintah. "Kalau pun pemerintah mendapatkan masukan, hampir semua masukan kami terima dan kami bahas. Tetapi guidance-nya adalah yang ditetapkan Bapak Presiden," ujar Elen.
BUDIARTI UTAMI PUTRI