TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Firman Noor menilai rencana sejumlah partai menaikkan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) mencurigakan. Ia menilai rencana itu tak memiliki alasan yang jelas.
"Karena tidak memiliki alasan yang clear ini menimbulkan kecurigaan bahwa sebetulnya tabiat orang berkuasa ingin segalanya serba cepat," kata Firman dalam diskusi virtual, Ahad, 14 Juni 2020.
Menurut Firman, keinginan partai-partai menaikkan ambang batas parlemen tak didasari pada pijakan identifikasi permasalahan yang jelas. Ia menduga rencana itu hanya bertujuan mengeliminasi suara-suara kritis yang dianggap bisa mengganggu.
Firman juga berujar, tak mengherankan jika rencana menaikkan parliamentary threshold dianggap sebagai upaya untuk mempertahankan kekuasaan partai-partai besar.
"Adanya partai kecil mungkin dianggap berpotensi mengganggu, sehingga lebih baik dihabisi saja. Muncul kecurigaan seperti ini karena alasannya (menaikkan PT) tidak clear," kata Firman.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia ini mengatakan tingginya parliamentary threshold justru memiliki banyak sisi negatif, mulai dari hilangnya keberagaman, menguatnya elite dan oligarki politik, hingga pragmatisme dan politik uang.
Firman menilai ambang batas parlemen sebaiknya berada di angka 2-2,5 persen. Berkaca dari Pemilu 2019, akan ada satu partai lagi yang bisa masuk ke Senayan jika ambang batas parlemen berada di angka tersebut.
Menurut Firman, hal ini masih memadai untuk menampung keberagaman. Namun jika parliamentary threshold tak bisa diturunkan, Firman mengatakan angka 4 persen bisa dipertahankan.
"Kita membiasakan 4 persen tidak masalah, tapi kalau masih bisa lagi 2-2,5 persen," ujar dia.
Sejumlah partai besar di Dewan Perwakilan Rakyat berencana menaikkan ambang batas parlemen. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Kebangkitan Bangsa mengusulkan kenaikan dari 4 persen menjadi 5 persen, sedangkan Partai Golkar dan NasDem mengusulkan kenaikan menjadi 7 persen.