TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi. Tersangka kasus dagang perkara di Mahkamah Agung itu tertangkap bersama menantunya, Rezky Hebriono, Senin malam, 1 Juni 2020.
"Terima kasih dan penghargaan kepada rekan-rekan penyidik dan unit terkait lainnya yang terus bekerja sampai berhasil menangkap NHD dan menantunya RH," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango melalui pesan singkat.
Nurhadi dan menantunya diamankan dari sebuah rumah dibilangan Jakarta Selatan. Penangakapan tersebut, kata Nawawi, sekaligus membuktikan lembaga anti rasuah saat ini terus bekerja dalam kasus tersebut.
Dalam perkara dugaan suap terkait dengan pengurusan perkara di Mahkamah Agung Tahun 2011-2016, keduanya ditetapkan sebagai tersangka sejak 16 Desember 2019, bersama tersangka lainnya yakni Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT), Hiendra Soenjoto.
KPK telah memanggil ketiganya sebanyak 2 kali dalam status tersangka, yakni pada 9 dan 27 Januari 2020. Namun dalam pemanggilan keduanya tidak hadir tanpa adanya alasan yang jelas. Untuk Hiendra Soenjoto, KPK awalnya telah menerima permohonan penundaan pemeriksaan dengan melampirkan surat jaminan kehadiran dan menjamin ia akan hadir pada 3 Februari 2020.
Namun ketika telah tiba harinya, bukannya datang, kuasa hukum bersangkutan kembali mengirimkan surat penundaan pemeriksaan dengan alasan kliennya belum mendapatkan konfirmasi dari KPK. Atas dasar itu, KPK memasukkan ketiga tersangka tersebut ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 11 Februari 2020.
Kasus tersebut merupakan hasil pengembangan operasi tangkap tangan pada 20 April 2016 dengan nilai awal Rp 50 juta yang diserahkan oleh bekas pegawai PT Artha Pratama Anugerah, Doddy Ariyanto Supeno, kepada mantan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution. Kasus itu melibatkan pejabat pengadilan, swasta, dan korporasi besar.
Sebelumnya, Majalah Tempo edisi 2 Mei 2016 menulis awal mula keterlibatan Nurhadi dalam kasus rasuah tersebut. Cerita itu bermula saat KPK mengendus jejak Nurhadi sebagai penerima suap dari Doddy untuk mengatur permohonan Peninjauan Kembali PT Across Asia Limited, anak usaha Lippo Group.
Dua pekan sebelum penangkapan Edy dan Doddy, Doddy diketahui menenteng tas, yang diduga berisi uang, masuk ke rumah Nurhadi. Peristiwa itu terjadi pada 12 April 2019. Temuan itu mendorong KPK turut menggeledah rumah Nurhadi di Jalan Hangkelir V, Jakarta Selatan, sembilan hari kemudian.
Dari penggeledahan itu, penyidik menyaksikan upaya Nurhadi mencoba menghilangkan barang bukti dengan mengguyur duit ke toilet dan membasahkan dokumen daftar perkara yang "dipegang" Nurhadi selama di Mahkamah Agung.
Dalam penelusurannya, KPK menemukan duit senilai Rp 1,7 miliar. Sejak saat itulah Nurhadi dilarang bepergian ke luar negeri selama enam bulan. Nurhadi membantah menyembunyikan uang di kloset kamar mandi kala penyidik KPK menggeledah rumahnya. Dia mengatakan itu fitnah.
"Itu fitnah besar. Masa uang sebesar itu dibuang di kloset," kata Nurhadi saat bersaksi dalam sidang dengan terdakwa eks petinggi Lippo Group Eddy Sindoro di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 21 Januari 2019.
EKO WAHYUDI l MAYA AYU PUSPITASARI l FRANCISCA CHRISTY ROSANA l MAJALAH TEMPO