TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Network for Indonesian Democratic Society (Netfid Indonesia) Dahliah Umar mengatakan memaksakan penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2020 pada 9 Desember mendatang akan bermasalah.
"Berpotensi melanggar empat prinsip pemilu yang jujur dan adil," katanya dalam diskusi online hari ini, Kamis, 28 Mei 2020.
Menurut Dahliah, penyelenggaraan Pilkada pada 9 Desember 2020 melanggar prinsip partisipasi penuh tanpa ketakutan dan kekhawatiran.
Dia menyatakan pada saat itu wabah Covid-19 masih menyerang dan banyak pasien yang terinfeksi virus Corona.
"Karena masyarakat tetap akan terlibat dalam tahapan-tahapan pilkada yang berisiko pada kesehatan mereka."
Adapun yang kedua, Dahliah menjelaskan, melanggar asas keadilan dalam kontestasi dan persaingan.
Ia menjelaskan pilkada di tengah pandemi Covid-19 hanya menguntungkan calon inkumben. Protokol social distancing membuat calon noninkumben kesulitan mendekati pemilih.
Bukan itu saja, Dahliah berpendapat, pilkada pada tahun ini memungkinkan calon inkumben mempolitisasi wabah. Contohnya, mereka bisa menjadikan penyaluran bantuan sosial sebagai kampanye terselubung.
Ketiga, melanggar prinsip integritas dan visibilitas penyelenggara pemilu.
Dahliah mengatakan beban KPU sebagai penyelenggara pilkada bertambah karena harus menyiapkan aturan dan anggaran untuk menyesuaikan dengan protokol kesehatan.
"Ini sangat berat karena waktunya sempit. Tahapan sudah harus dimulai pada Juni."
Keempat, Dahliah melanjutkan berpotensi menyalahi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Dalam perpu tersebut disebutkan bahwa pilkada dilaksanakan jika pandemi Covid-19 sudah selesai.