TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Arteria Dahlan, mengatakan kebijakan darurat sipil dalam penanganan wabah corona akan menjadikan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menjadi ujung tombak dalam penegakan hukum. Namun, Arteria menilai kebijakan ini akan membuat Kepolisian berhadap-hadapan dengan pemerintah daerah yang mengambil kebijakan karantina wilayah.
"Kebijakan darurat sipil by law akan menjadikan Polri ujung tombak, head to head dengan kepentingan gubernur, bupati, atau penguasa daerah lokal yang saat ini juga menghadapi permasalahan serupa (corona)," kata Arteria dalam rapat kerja virtual Komisi III dan Polri, Selasa, 31 Maret 2020.
Arteria pun mempertanyakan koordinasi Polri dengan kebijakan pemerintah-pemerintah daerah. Dia mencontohkan, Gubernur Papua Lukas Enembe sudah menutup akses keluar masuk Papua melalui jalur laut dan udara.
"Bagaimana upaya menjaga koordinasi dan harmonisasi terkait kebijakan lokal yang diambil? Beberapa bupati, wali kota, sudah memberlakukan lockdown," ujar politikus PDIP ini.
Arteria mengatakan, belum selesai lockdown alias karantina wilayah, pemerintah sudah menetapkan pembatasan sosial berskala besar diiringi dengan darurat sipil. Ia pun mengingatkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi belum pernah secara langsung mendeklarasikan status kedaruratan masyarakat.
Arteria mengatakan pembatasan sosial berskala besar sudah dilaksanakan selama ini dengan meliburkan sekolah, tempat kerja, dan pembatasan kegiatan keagamaan dan kegiatan lainnya di tempat umum. Namun, kata dia, Jokowi mengatakan hal itu belum sempurna dilakukan sehingga diperlukan darurat sipil.