TEMPO.CO, Jakarta - Selama sekitar satu jam, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memaparkan kajiannya mengenai penanangan wabah virus Corona di hadapan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo. Dalam pertemuan pada 18 Maret 2020 itu, Anies mempresentasikan empat skenario. Di fase pertama yakni limited crowding; fase 2A, limited mobiling; fase 2B, near zero; dan fase 3, zero mobility. Menilik keadaan ibu kota saat ini, disebutkan bahwa Jakarta perlu menerapkan fase 2B.
Pada tahap 2B, tak ada mobilitas antarnegara dan diberlakukan pembatasan ketat perpindahan antarkota. Termasuk transportasi publik serta kendaraan pribadi. Adapun restoran dan warung makan akan tetap buka tetapi hanya untuk melayani pesan antar atau bawa pulang. Hanya toko pangan dan apotek yang beroperasi penuh.
Kemudian di tahap 3, akan jauh lebih ketat. Seluruh kegiatan mobilitas ditiadakan, pun termasuk transportasi publik dan kendaraan pribadi. Hanya toko pangan dan apotek yang beroperasi, tetapi kali ini hanya akan melayani pesan antar. Di kesimpulan, arah kebijakan Jakarta adalah pembatasan sosial serta pergerakan secara drastus dan sangat ketat.
Mendengar pemaparan Anies, Doni justru memintanya untuk menggencarkan kampanye physical distancing atau jaga jarak secara fisik. "Saya sampaikan, 'Pak Gubernur tolong berfokus meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang bahayanya virus ini'," ujar Doni seperti dikutip dari Majalah Tempo edisi 28 Maret 2020.
Menurut Doni, jika karantina diberlakukan, maka pemerintah tak hanya menanggung kebutuhan utama masyarakat, tetapi juga sampai ke kebutuhan hewan peliharaan masyarakat. "Itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahu 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Kalau ini tejadi, alangkah habis energi kita," ucap Doni. Menanggapi Doni, Anies memastikan langkah-langkah yang ia ambil untuk DKI Jakarta akan seirama dengan strategi yang dipimpin Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana itu.
Hingga akhir Maret 2020, Presiden Joko Widodo bersikukuh tidak akan menerapkan karantina wilayah. Ia menilai langkah itu belum perlu diambil. "Setiap negara punya karakter, budaya, dan kedisplinan yang berbeda-beda. Oleh sebab itu kami tidak memilih jalan itu," kata Jokowi dalam rapat daring pada 24 Maret 2020.
ANDITA RAHMA | DEVY ERNIS | MAJALAH TEMPO