TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mengatakan pencabutan kewarganegaraan pendukung Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) karena pembakaran paspor harus berdasarkan kaidah hukum yang jelas. "Kaidah hukum itu harus jelas. Membuat keputusan itu tidak dipersoalkan di dalam negeri dan internasional," kata Taufan dalam diskusi Crosscheck bertajuk Menimbang Kombatan ISIS Pulang di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta pada Ahad, 9 Februari 2020.
Selain Taufan, hadir pula Anggota Komisi I DPR RI Fraksi NasDem Willy Aditya, pengamat terorisme UI RIdlwan Habib, dan Tenaga Ahli KSP Ali Mochtar Ngabalin.
Jika pemerintah ingin mencabut kewarganegaraan pendukung ISIS, Indonesia bisa meniru Jerman yang membuat peraturan baru tentang penghapusan kewarganegaraan. "Mereka dikritik negara lain termasuk parlemennya sendiri.” Negara-negara Uni Eropa mencabut kewarganegaraan orang dewasa saja. “Anak-anak tetap dibawa pulang."
Pemulangan anak pendukung ISIS juga bukan tanpa persoalan. Jika pemerintah hanya memulangkan anak di bawah umur, maka hal itu melanggar hukum internasional tentang pemisahan anak dari orang tuanya. "Tapi kalau bawa pulang ibunya, bawa ideologi terorisme. Jadi, enggak gampang juga."
Meski begitu, kata Taufan, pemulangan anak pendukung ISIS menjadi pilihan yang lebih baik. "Dan menolak yang orang dewasa, dan diberi kebijakan dicabut kewarganegaraannya. Tapi itu juga dipersoalkan."
Taufan mengatakan ada banyak pilihan yang bisa dilakukan oleh pemerintah. Namun, yang tak bisa dielakkan pemerintah adalah negara mesti bertanggung jawab untuk mencari solusi. "Enggak bisa kita bilang mereka monster.” Apapun dia, siapapun dia, sepanjang masih WNI, pemerintah harus mengurusnya. “Tapi dia jahat? Tapi dia WNI."