TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas Ham) Ahmad Taufan Damanik mengatakan berdasarkan aturan internasional, sebuah negara tak boleh membiarkan warga negaranya tak memiliki kewarganegaraan atau stateless. Hal ini disampaikan Taufan terkait status kewarganegaraan WNI eks ISIS yang telah membakar paspornya dan ingin pulang ke tanah air.
"Aturan internasional mengatakan enggak boleh ada stateless. Kalau Indonesia mau melakukan removal citizenship, bikin Undang-undang. Tiru Inggris dan Jerman," kata Taufan dalam diskusi di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta pada Ahad, 9 Februari 2020.
Taufan mengatakan, jika pemerintah ingin mencabut kewarganegaraan WNI eks ISIS, maka Indonesia mesti membuat peraturan baru bahwa negara memiliki wewenang untuk mencabut kewarganegaraan seseorang yang terlibat terorisme, seperti Jerman.
"Dalam UU kewarganegaraan enggak ada. Yang ada kalau 5 tahun tanpa pemberitahuan tidak ada tugas negara dan tidak menyampaikan bahwa dia berkeinginan tetap disana, ada pasalnya. Tapi pertanyaannya, apa semua 5 tahun? ada yang 2 tahun. Jadi pasal itu enggak berlaku, kan. Tetap ada problematiknya," katanya.
Meski begitu, kebijakan removal citizenship tak lepas dari kritik internasional. Adapun membuat undang-undang baru membutuhkan waktu yang lama. Untuk itu, Taufan menyarankan agar Pemerintah melakukan profiling terhadap 600 WNI eks ISIS itu.
"Saran kami, profiling saja 600 itu. Pasti enggak sama kasusnya. Langkahnya mungkin adili internasional, atau minta negara ketiga adili, misalnya turki. Kerja sama dengan Turki supaya diadili di Turki," ujarnya.
Adapun opsi lainnya itu membiarkan mereka diadili oleh SDF (Syirian Democratic Forces) ataupun Kurdistan state. "Walau ini unik ada komplikasi hukum karena Kurdistan itu baru Amerika yang akui sebagai negara. Indonesia juga belum. Apa boleh yang bukan negara mengadili warga negara kita?" ujarnya.