TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sudah melaporkan beberapa pejabat yang diduga memiliki transaksi mencurigakan alias pencucian uang di kasino ke aparat penegak hukum.
"Sudah ada yang kami serahkan, tapi ada juga yang masih kami proses," kata Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin ketika dihubungi pada Ahad, 26 Januari 2020. "Ini masih analisis, jadi PPATK tak bisa membuka nama dan di mana."
Sementara itu, Markas Besar Polri memastikan PPATK telah mengeluarkan laporan terkait dugaan pejabat yang mencuci uang di kasino. Namun, Polri menyebut mereka tak menangani perkara ini.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri Komisaris Besar Asep Adi Saputra mengatakan laporan tersebut diserahkan ke aparat penegak hukum lain. "PPATK sudah resmi mengeluarkan laporannya. Namun, sejauh ini laporannya diserahkan ke aparat hukum lainnya," kata Asep di kantornya, Jakarta Selatan, pada Senin, 27 Januari 2020.
Kendati demikian, Asep tak mengetahui institusi hukum mana yang akan menangani kasus TPPU di kasino ini. "Apakah Kejaksaan Agung atau Komisi Pemberantasan Korupsi, nanti kami cek," kata dia.
Sebelumnya, PPATK menemukan ada beberapa kepala daerah yang diduga mencuci uang lewat kasino. Rupanya, dugaan pencucian uang oleh pejabat negara tak hanya terjadi di kalangan kepala daerah. PPATK juga menemukan seorang pejabat Dewan Perwakilan Daerah (DPD) periode 2014-2019 yang disinyalir mencuci uang lewat kasino.
Dalam dokumen penegak hukum yang diperoleh Tempo disebutkan mantan Ketua Ketua DPD Oesman Sapta Odang alias Oso diduga memiliki transaksi mencurigakan di kasino yang ada di Genting Highland, Malaysia.
Pada 2011, ia diduga tercatat melakukan transaksi perjudian berjumlah RM 50,7 juta. Sementara transaksi uang tunai yang dilakukan diduga mencapai RM 43,9 juta. Lalu pada 2012, diduga ada transaksi judi sebesar RM 9,7 juta dan transaksi tunai RM 40,9 juta.
Pada 2013, ada dugaan perputaran uang judi mencapai RM 4,15 juta, sedangkan transaksi tunai RM 15,1 juta. Sementara itu, tak ada catatan transaksi judi yang pada 2014. Namun, politikus Hanura ini diduga tetap melakukan transaksi keuangan, yakni RM 130 ribu.
Kemudian, ia diduga kembali melakukan transaksi pada 2015, yakni RM 1,7 juta untuk judi dan RM 1,7 juta tunai. Pada 2016, tercatat ada dugaan transaksi judi sebanyak RM 14 juta dan tunai RM 1,5 juta.
Terakhir pada 2018, ia diduga memiliki transaksi judi sebanyak RM 17,9 juta dan transaksi tunai RM 7,2 juta. Total uang yang berputar baik untuk judi maupun transaksi uang tunai diduga berjumlah RM 208,9 juta. Dengan kurs saat ini, uang itu setara dengan Rp 702,5 miliar.
Ketika dikonfirmasi soal temuan ini, Ketua PPATK Badaruddin mengatakan tidak bisa berkomentar. “PPATK tidak pernah mengeluarkan nama orang atau lokasi,” kata dia ketika dihubungi pada Ahad, 26 Januari 2020. Badaruddin mengatakan PPATK tak bisa mengomentari temuan itu. Kecuali, kata, sudah ada putusan di pengadilan.
Sejauh ini, Badaruddin menuturkan PPATK baru menganalisa soal dugaan pejabat yang punya transaksi mencurigakan di kasino. “Dan hasil analisa itu tidak bisa kami buka, nama, tempat, kejadian itu nggak bisa kami buka,” katanya. Yang jelas, Badaruddin menuturkan sudah menyerahkan temuan itu ke penegak hukum.
Tempo sudah dua kali mencoba mengkonfirmasi temuan ini kepada Oesman Sapta secara langsung. Ketika dikonfirmasi seusai Musyawarah Nasional Hanura di Hotel Sultan pada 18 Desember 2019, Oso membantah temuan ini. “Nggak, enggak,” kata dia sembari keluar dari lobi hotel.
Oesman Sapta, yang menjadi Ketua DPD periode April 2017-Oktober 2019, ini kembali membantah adanya transaksi ini. “Nggak ada itu, nggak ada, ngawur itu,” kata Oso ketika dikonfirmasi pada Jumat, 24 Januari 2020 seusai pengukuhan pengurus Hanura di Jakarta Convention Center, Senayan.
Sementara itu, mantan Wakil Ketua DPD Akhmad Muqowam mengatakan tak ada petinggi DPD yang bermain judi di kasino. "Setahu saya tidak pernah ada petinggi DPD yang main kasino," kata dia lewat pesan singkat, Ahad, 15 Desember 2019.
Akhmad mengatakan tak ada aturan yang secara eksplisit melarang senator bertaruh nasib di meja judi. Namun, menurut dia, sudah jadi pengetahuan umum bahwa pejabat dilarang melakukan tindakan tercela.
Linda Trianita, Rosseno Aji, Budiarti Utami Putri, Egi Adyatma