TEMPO.CO, Jambi - Mantan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Zulkifli Hasan, mengatakan tak tahu ada surat panggilan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap pengajuan revisi alih fungsi hutan menjadi lahan sawit di Riau pada 2014.
"Saya belum tahu bahwa ada surat, makanya saya menghadiri acara di Jambi temu kader PAN dan sekaligus memberikan pengarahan kepada para kader," kata Ketua Umum DPP Partai Amanah Nasional (PAN) ini, usai menghadiri acara temu kader PAN di Jambi, Kamis, 16 Januari 2020.
KPK berencana memeriksa Zulhas, panggilan akrabnya, dalam dugaan suap revisi alih fungsi hutan di Riau yang menjerat mantan gubernur Riau, Annas Maamun.
Annas Maamun divonis enam tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 2015 karena terbukti menerima duit terkait alih fungsi lahan untuk perkebunan sawit. Hukumannya kemudian diperberat di tingkat kasasi menjadi 7 tahun penjara. Pada November 2019, Kementerian Hukum dan HAM memberikan grasi kepada Annas.
KPK berencana memeriksa Zulkifli Hasan sebagai saksi untuk tersangka PT Palma. Pada April 2019, KPK telah mengumumkan tiga tersangka terkait pemberian hadiah atau janji pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau kepada Kementerian Kehutanan Tahun 2014. Tiga tersangka itu adalah PT Palma; Legal Manager PT Duta Palma Group, Suheri Terta; dan Surya Darmadi.
KPK menyangka ketiga pihak itu menyuap Annas Rp 3 miliar untuk mengubah lokasi perkebunan milik PT Duta Palma menjadi bukan kawasan hutan. Dengan begitu, produk perusahaan sawit tersebut mendapat predikat Indonesian Suistanable Palm Oil yang bisa diimpor ke luar negeri.
Mantan Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif mengatakan kasus ini bermula ketika Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan pada 2014 mengeluarkan surat keputusan tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan kepada Annas.
Dalam surat itu, Zulkifli membuka kesempatan bagi masyarakat yang ingin mengajukan permohonan revisi kaswasan hutan lewat pemerintah daerah.
Suheri kemudian menyurati Annas untuk meminta perubahan status hutan di lokasi perkebunan milik PT Palma Satu dan tiga perusahaan sawit lainnya yang berlokasi di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Untuk memuluskan permintaan itu, KPK menduga Surya menjanjikan komitmen imbalan sebanyak Rp 8 miliar kepada Annas. Suap sebanyak Rp 3 miliar kemudian diberikan Surya melalui Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Riau, Gulat Medali Emas Manurung.
Dalam kasus ini, KPK juga pernah memeriksa bos harian Koran Riau, Edi Ahmad RM pada 2014. Ia dimintai keterangan karena dianggap mengetahui adanya transaksi suap Annas Maamun dengan tersangka pengusaha perkebunan Gulat Medali Emas Manurung. Edi membantah terlibat dalam perkara ini.