TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) asal Partai Demokrat Syarif Hasan menilai tidak ada urgensi untuk menambah masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
“Saya pikir sudah cukup dua kali lima tahun, tidak ada urgensi nya, dan belum ada pemikiran sampai sejauh itu,” kata dia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat 22 November 2019.
Syarif mengatakan saat ini badan kajian yang akan mendalami hal tersebut masih dalam taraf penyempurnaan. Maka terlalu dini untuk menilai itu sekarang.
Selain itu pimpinan MPR juga masih giay bertemu dengan para tokoh masyarakat, tokoh partai politik, dan sedang merencanakan road show ke beberapa daerah. “Jadi masih jauh,” tuturnya.
Partai Demokrat sendiri sejauh ini belum menerima aspirasi masyarakat yang menyuarakan perubahan masa jabatan presiden. Di samping itu pula, Syarif menilai, amandemen yang diamanahkan oleh MPR periode lalu terbatas, sehingga tidak akan sampai kepada perubahan masa jabatan presiden.
“Sekali lagi ini kan penyempurnaan yang terbatas jadi kan tidak sampai kepada perpanjangan masa jabatan presiden,” ucap dia.
Sebelumnya muncul usulan untuk mengubah masa jabatan presiden. Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mislanya, mereka mengusulkan agar presiden menjabat hanya satu periode, namun ditambah dua tahun dari lima menjadi tujuh tahun.
Sebelum itu, ada pula usulan dari Partai NasDem yang mengklaim ada usulan dari masyarakat jabatan presiden menjadi 1x8 tahun, 3x4 tahun, atau 3x5 tahun. Sedangkan saat ini 2x5 tahun.
FIKRI ARIGI