TEMPO.CO, Jakarta -Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Hidayat Nur Wahid mengaku heran Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum menandatangani draf Rancangan Undang-Undang Pesantren meski telah disetujui pengesahannya oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah dalam rapat paripurna.
Hidayat yang juga Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS), mengatakan seharusnya Presiden segera menandatangani RUU tersebut, mengacu pada aturan 30 hari pada pasal 20 ayat 5 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP).
"RUU Pesantren sudah disetujui pengesahannya di rapat paripurna DPR pada 24 September 2019 yang lalu. Jadi, apabila Presiden menandatangani RUU itu sebelum 22 Oktober 2019, berarti masih dalam waktu tenggat 30 hari tersebut," ujar Hidayat berdasarkan rilis yang diterima ANTARA di Jakarta, Rabu.
Ia menambahkan pengesahan RUU Pesantren dapat menjadi kado peringatan Hari Santri Nasional pada 22 Oktober 2019 jika Presiden segera menandatangani draf RUU tersebut.
Momentum perayaan Hari Santri Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 jatuh pada tanggal 22 Oktober sebagai peringatan deklarasi resolusi jihad oleh Pendiri Nahdlatul Ulama, Kyai Haji Hasyim Asy'ari untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari kolonialisme Belanda.
Hidayat menyarankan Presiden Jokowi membubuhkan tanda tangannya sebelum pelantikan 20 Oktober 2019 atau hari pertama masa jabatannya di periode 2014-2019.
"Itu semua sebagai kado bagi Pesantren dan Santri yang akan memperingati Hari Santri Nasional pada 22 Oktober 2019," ujar dia.
Kendati menurut konstitusi, Presiden tak menandatangani pun, RUU Pesantren akan secara otomatis diundangkan selama 30 hari sejak persetujuan DPR dan Pemerintah dalam rapat paripurna.
Namun, Hidayat berharap Presiden Jokowi segera memberikan tanda tangannya sebagai penghormatan kepada Pesantren dan Santri di Tanah Air.
Selanjutnya, Hidayat mengatakan kalau Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR siap mengawal agar implementasi Undang-Undang tersebut memberi maslahat bagi seluruh stakeholder terkait, sebagaimana tujuan awal UU tersebut dibuat.
ANTARA