TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyarankan anggota DPR periode 2019-2024 membentuk tim pencari fakta (TPF) kasus pembunuhan aktivis HAM Munir. "(Anggota) DPR yang baru dapat membentuk TPF kasus Munir sebagaimana yang pernah dibentuk DPR ketika peristiwa pembunuhan Munir baru terjadi," kata Usman di KontraS, Jakarta, Jumat, 6 September 2019.
Usman mengatakan pada 2004-2005 DPR saat itu khususnya Komisi III dan I membentuk tim gabungan TPF kasus Munir. Mereka memanggil sejumlah institusi dan mendatangi sejumlah tempat dan lembaga untuk mengumpulkan fakta. Menurut Usman, kasus pembunuhan Munir sebetulnya tak sulit diungkap.
Selain anggota DPR yang baru, Presiden Joko Widodo atau Jokowi juga bisa memulainya dengan membuka laporan TPF yang sudah pernah diserahkan. "Dalam laporan itu indikasi-indikasi keterlibatan sejumlah orang, termasuk lembaga keamanan negara termasuk BIN diperlihatkan."
Laporan itu juga memuat saran-saran untuk pemerintah. Usman menyebut salah satunya dengan memulai langkah hukum berupa investigasi yang baru atau melanjutkannya dengan sebuah tim independen agar ada penuntasan terhadap kasus Munir.
Pemerintah juga bisa memulai kerja sama internasional pada TPF kasus Munir. Presiden maupun DPR dapat mendorong Jaksa Agung mengambil langkah hukum berupa peninjauan kembali atas putusan bebas murni terhadap Muchdi Pr, yang diduga sebagai otak pembunuhan Munir. Langkah Presiden dan DPR juga bisa mendorong Kapolri mengambil langkah dengan membentuk tim investigasi baru dalam memperoleh fakta baru.
Usman mengatakan Indonesia berkali-kali menggelar pemilu, banyak orang dipercaya menjalankan kekuasaan. “Tapi dua pemilu terakhir kekuasaan tidak digunakan untuk memenuhi janji dalam menegakkan hukum atas kasus Munir."