TEMPO.CO, Mojokerto - Pengajar Fakultas Hukum Univesitas Airlangga (Unair) Amira Paripurna berpendapat dokter yang melakukan hukuman kebiri tak melanggar kode etik.
“Kalau menurut saya ini sama halnya dengan regu tembak yang melakukan eksekusi mati bagi terpidana yang dijatuhi vonis, mereka tidak melanggar etika,” kata Amira saat dihubungi, Senin, 26 Agustus 2019.
Lulusan doktor dari University of Washington ini mengatakan dokter sebagai eksekutor suntik kebiri bukan melakukan karena tindakan medis. Tetapi karena hukum atau perintah undang-undang.
Akan tetapi, Amira meminta kejaksaan tidak terburu-buru melakukan eksekusi. Ia meminta kejaksaan berkoordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Sosial, dan Kementerian Kesehatan.
Pengadilan Negeri Mojokerto menjatuhkan pidana tambahan berupa hukuman kebiri kepada M. Aris, pelaku pelecehan sembilan anak kecil. Vonis ini diperkuat putusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur. Tetapi, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak anggota mereka menjadi eksekutor karena dianggap menyalahi kode etik.