TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memeriksa Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi di Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Selain itu, KPK juga bakal memeriksa asisten pribadinya, Miftahul Ulum. "Harus dimintain dong, kalau enggak, tidak bisa," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di kantornya, Jakarta, Jumat, 2 Agustus 2019. Saut belum menyebutkan jadwal pemeriksaan untuk Imam dan Ulum. Ia hanya memastikan kasus ini akan berkembang.
Dalam penyelidikan ini, KPK telah memeriksa Sekretaris Kemenpora Gatot S. Dewabroto pada 26 Juli 2019 dan mantan pebulutangkis Taufik Hidayat pada 1 Agustus.
KPK mencecar Gatot soal pelaksanaan kegiatan di kementeriannya selama 2014-2018, termasuk soal pendanaan kegiatan tersebut. Sementara, Taufik diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan Wakil Ketua Satuan Tugas Pelaksana Program Indonesia Emas dan sebagai staf khusus Menpora.
Taufik menjabat sebagai Wakil Ketua Satlak Prima pada 2016-2017. Setelah itu, ia menjabat sebagai staf khusus Kemenpora pada 2017-2018. Prima merupakan program pemerintah dalam menyiapkan atlet untuk berlaga di kompetisi internasional dan sudah dihentikan pada 2018.
KPK membuka penyelidikan baru dugaan kasus korupsi di Kemenpora dalam pengembangan kasus suap dana hibah untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia. Dalam perkara itu, KPK menjerat 2 pejabat KONI dan 3 pejabat Kemenpora.
Lima orang itu adalah Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Johny E. Awuy. Dari pihak Kemenpora, Deputi IV Kemenpora, Mulyana, dan dua pejabat pembuat komitmen Eko Purnomo dan Adi Triyanto juga dijadikan terdakwa.
Majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Ending 2 tahun 8 bulan penjara dan Johny 1 tahun 8 bulan penjara. Hakim menyatakan keduanya terbukti menyuap Mulyana dengan 1 unit Toyota Fortuner dan uang Rp 300 juta. Selain itu, Mulyana diberikan kartu ATM debit BNI dengan saldo Rp 100 juta. Selain itu, Hamidy juga memberikan uang Rp 215 juta kepada Adhi Purnomo dan Eko Triyanta.
Dalam putusannya, hakim juga meyakini Ending telah memberikan uang Rp 11,5 miliar kepada pihak Kemenpora melalui, staf pribadi Menpora Imam Nahrawi, Miftahul Ulum. Dalam dakwaan jaksa KPK, Ulum disebut sebagai pihak yang mengatur persenan potongan dana hibah yang diberikan kepada KONI. Dalam beberapa kesempatan, Imam dan Ulum membantah telah menerima uang itu.
Sementara dalam persidangan, Mulyana mengatakan pernah dimintai duit oleh Menpora Imam Nahrawi. Duit itu, kata dia, terkait honor dalam pelaksanaan Program Indonesia Emas (Prima). "Pada saat akhir tahun 2017, Pak menteri bertanya ke saya, 'saya dapat honor enggak dari Prima?" kata Mulyana di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Mulyana mengatakan menyuruh Bendahara Pengeluaran Pembantu Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional pada Kemenpora, Supriyono untuk mencari uang tersebut. Supriyono memperoleh duit Rp400 juta dari KONI. Uang itu kemudian ia serahkan kepada Ulum.
Imam membantah pernah meminta duit itu kepada Mulyana. "Saya membantah pernah meminta honor Satlak Prima itu," kata Imam saat bersaksi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis 4 Juli 2019.