TEMPO.CO, Jakarta - Setelah bertemu Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan menerima surat pemberian amnesti, Baiq Nuril tampak sumringah. Kepada para awak media, ia memamerkan surat amnesti yang dibungkus sebuah map putih.
"Surat ini, kalau bisa saya mau bingkai dengan bingkai emas. Saya mau pajang. Ini adalah surat paling berharga dalam hidup saya," kata Nuril di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat, 2 Agustus 2019.
Sambil menahan tangis, Nuril menyampaikan ucapan terima kasih kepada Jokowi karena sudah menerima kedatangannya pada sore ini. "Saya sangat bangga punya Presiden seperti Bapak Jokowi," ujarnya. Karena saya cuma rakyat biasa."
Nuril mengungkapkan bahwa ia pernah bercita-cita memasuki Istana Kepresidenan dengan mudah. "Bahkan saya punya mimpi dulu, dan saya berpesan jangan takut untuk bermimpi, jangan takut untuk menggapai cita cita mudah-mudahan, ternyata apa yang saya impikan alhamdulillah hari ini terkabul."
Sore tadi, Jokowi menerima kedatangan Nuril. Bersama Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Jokowi menyerahkan surat amnesti kepada Nuril. Sebelumnya, Jokowi telah menandatangani Keppres pemberian amnesti bagi Nuril. Baiq Nuril adalah seorang staf tata usaha (TU) di SMAN 7 Mataram yang divonis 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta rupiah lantaran dianggap melanggar Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ia dianggap bersalah karena menyebarkan percakapan asusila kepala sekolah SMA 7 Mataram, Haji Muslim.
Nuril merekam ucapan bosnya lantaran tidak nyaman sekaligus untuk menjadi bukti guna menampik tuduhan bahwa ia memiliki hubungan khusus dengan kepala sekolah tersebut. Rekaman itu kemudian menyebar dan Nuril dilaporkan oleh bekas atasannya tersebut.
Hakim Pengadilan Negeri Mataram sempat menyatakan Nuril bebas dari semua tuduhan. Namun Jaksa Penuntut Umum mengajukan Kasasi ke MA. Majelis Kasasi yang dipimpin Hakim Agung Sri Murwahyuni, pada 26 September 2018, kemudian membatalkan Putusan PN Mataram dan menjatuhkan hukuman enam bulan penjara kepada Baiq Nuril dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan melalui Putusan Kasasi MA RI nomor 547 K/Pid.Sus/2018.
Nuril kemudian berusaha mendapatkan keadilan dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA dengan Nomor 83 PK/Pid.Sus/2019. Sayangnya putusan MA tentang PK Baiq yang keluar 4 Juli lalu itu kembali menguatkan putusan kasasi.
Nuril lalu mengajukan Amnesti kepada Jokowi. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendukung langkah Nuril dan mengeluarkan pertimbangan bagi presiden untuk mengabulkan permohonan amnesti tersebut.