TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Fraksi PKS MPR RI, Andi Akmal Pasluddin, mengatakan saat ini amandemen terbatas undang-undang dasar sudah pada tahap hasil kajian. Hasil ini selanjutnya akan dibawa ke rapat pleno pada 26 Agustus 2019. “Kembali ke masing-masing fraksi (untuk) mengkaji, nanti tanggal 26 Agustus kami rapatkan untuk ditetapkan sebagai ketetapan MPR,” ujar Andi di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat 26 Juli 2019.
Sebelumnya Ketua MPR Zulkifli Hasan mengatakan draf pokok-pokok amandemen mengenai haluan negara sudah diserahkan ke masing-masing fraksi untuk disempurnakan. Pokok-pokok amandemen UUD ini akan dibawa dalam Sidang Akhir Masa Jabatan pada 27 September 2019. “Drafnya sudah dibagi ke masing-masing fraksi,” kata Zulkifli Hasan dalam keterangannya, Kamis, 25 Juli 2019. Zulkifli menuturkan fraksi-fraksi di MPR sudah menyepakati tentang perlunya amandemen terbatas UUD. Mereka bahkan sudah sudah membentuk Panitia ad hoc I dan panitia ad hoc II.
Menurut Andi Akmal terdapat beberapa poin yang akan diamandemen. Pertama, penguatan fungsi MPR melalui Garis Besar Haluan Negara (GBHN). GBHN perlu diadakan kembali, untuk mensinkronkan sistem perencanaan pembangunan nasional dari tingkat pusat ke daerah.
“Kenapa GBHN perlu kembali diadakan? Kami mengevaluasi selama orde reformasi, sistem perencanaan pembangunan nasional banyak yang belum terintegrasi, baik dari pusat gubernur hingga walikota dan bupati,” ucap dia.
Amandemen lain adalah menyangkut penambahan kewenangan MPR. Menurut Andi ini merupakan aspirasi masyarakat berdasarkan kunjungan-kunjungan wakil rakyat. Penambahan kewenangan ini juga berhubungan dengan poin kedua yakni penataan lembaga.
Andi mengatakan penataan kelembagaan diperlukan, karena ada lembaga-lembaga yang saat ini kewenangannya terbatas, dan ada yang over power. "Contohnya DPD dan MK."
Kata Andi, DPD merasa kewenangannya terbatas, sementara MK kewenangannya berlebih. "Karena (mereka) hanya sembilan orang dan tidak dipilih rakyat tapi punya kekuasaan yang besar,” kata dia.