TEMPO.CO, Jakarta - Polri menyebut berita bohong atau hoaks berbau politik masih terdeteksi beredar luas seusai Jokowi bertemu Prabowo pada 13 Juli 2019.
Baca juga: Hoaks Masuk Akpol Bayar, Arief Sulistyanto: Mendiskreditkan Saya
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo mencontohkan, di media sosial Twitter, berseliweran banyak cuitan yang mengandung unsur provokasi.
"Di Twitter ada tagar-tagar yang menyerukan hal-hal yang tidak setuju dengan kegiatan mendinginkan situasi nasional itu," ujar Dedi di kantornya, Jakarta Selatan, pada Senin, 15 Juli 2019.
Tak hanya Twitter, polisi juga mendeteksi beredarnya konten provokasi di YouTube dan Facebook. Tim Siber pun, kata Dedi, sudah membaca pola narasi yang dibangun dalam setiao video atau foto hoaks. Ia menyebut narasi intoleransi, polarisasi, memecah belah, masih menjadi 'favorit' untuk disebarluaskan.
"Jejak digital mereka sudah kita baca semuanya. Sudah hafal lah kami polanya, ada foto, video yang ditambah-tambah dengan narasi. Itu akan bertambah terus," ucap Dedi.
Baca juga: Bantah Penerimaan Calon Taruna Akpol Berbayar, Polri: Itu Hoaks
Lebih lanjut, Dedi mengatakan, saat ini pihaknya tengah mendalami akun-akun penyebar hoaks di tiga media sosial tersebut. Apabila nantinya video atau foto beredar itu terbukti melanggar UU ITE, maka Polri, kata Dedi, akan menindak secara hukum para pemilik akun penyebar hoaks tersebut.